Sabtu, 30 November 2013

Published 01.14 by

pengetahuan singkat tentang beberapa jenis ular Indonesia -basic of some of snake Indonesia

T-REC semarang-TUGUMUDA REPTILES COMMUNITY SEMARANG—KOMUNITAS REPTIL SEMARANG
More info :
minat gabung : ( menerima keanggotaan diluar kota Semarang )
08995557626
..................................
KSE – KOMUNITAS SATWA EKSOTIK – EXOTIC PETS COMMUNITY-- INDONESIA
Visit Our Community and Joint W/ Us....Welcome All Over The World
 KSE = KOMUNITAS SATWA EKSOTIK

MENGATASI KENDALA MINAT DAN JARAK

KAMI ADA DI TIAP KOTA DI INDONESIA 
GABUNG.........HUBUNGI 08995557626

.........................





..........KUMPULAN  ARTIKEL-ARTIKEL  BERBAHASA INDONESIA YANG BERKAITAN DENGAN TOPIK JUDUL.....YANG DIAMBIL DARI PENCARIAN DI GOOGLE DENGAN MENYERTAI LINK SUMBER NYA...UNTUK MENAMBAH PENGETAHUAN DAN SEMOGA BERMANFAAT BAGI SEMUA.......






































pengetahuan singkat tentang beberapa jenis ular Indonesia -basic of  some  of snake Indonesia





beberapa jenis  ular  yang umum di Indonesia

JENIS JENIS ULAR DI INDONESIA

Reptil yang satu ini memang sudah akrab di kehidupah kita, sehingga kehidupan tentang ular menimbulkan keingin tahuan kita. Beikut ini adalah jenis-jenis ular yang biasa kita kenal. Baik ular yang berbisa (memiliki racun, venom), maupun yang tidak. Akan tetapi tidak perlu terlalu kuatir bila bertemu ular. Dari antara yang berbisa, kebanyakan bisanya tidak cukup berbahaya bagi manusia.
Lagipula, umumnya ular pergi menghindar bila bertemu orang. Ular-ular primitif, seperti ular kawat, ular karung, ular kepala dua, dan ular sanca, tidak berbisa. Ular-ular yang berbisa kebanyakan termasuk suku Colubridae; akan tetapi bisanya umumnya lemah saja.
Jenis ular-ular yang berbisa kuat di Indonesia biasanya termasuk ke dalam salah satu suku ular berikut: Elapidae (ular sendok, ular belang, ular cabai, dll.), Hydrophiidae (ular-ular laut), dan Viperidae (ular tanah, ular bangkai laut, ular bandotan). Berikut ini beberapa jenis-jenis ular yang ada di indonesia:suku Typhlopidae ular kawat (Rhamphotyphlops braminus)suku Cylindrophiidae ular kepala-dua (Cylindrophis ruffus)suku Pythonidae
ular sanca kembang (Python reticulatus)
ular peraca (P. curtus)
ular sanca hijau. (Morelia viridis') suku Acrochordidae ular karung (Acrochordus javanicus)suku Xenopeltidae ular pelangi (Xenopeltis unicolor)suku Colubridae
Ular kisik alias ular lare angon, Xenochrophis vittatus
ularsiput (Pareas carinatus)
ular-air pelangi (Enhydris enhydris)
ular kadut belang (Homalopsis buccata)
ular cecak (Lycodon capucinus)
ular gadung (Ahaetulla prasina)
ular cincin mas (Boiga dendrophila)
ular terbang (Chrysopelea paradisi)
ular tambang (Dendrelaphis pictus)
ular birang (Oligodon octolineatus)
ular tikus atau ular jali (Ptyas korros)
ular babi (Elaphe flavolineata)
ular serasah (Sibynophis geminatus)
ular sapi (Zaocys carinatus)
ular picung (Rhabdophis subminiata)
ular kisik (Xenochrophis vittatus) suku Elapidae
ular cabai (Maticora intestinalis)
ular weling (Bungarus candidus)
ular sendok (Naja spp.)
ular king-cobra (Ophiophagus hannah) suku Viperidae
ular bandotan puspo (Vipera russelli)
ular tanah (Calloselasma rhodostoma)
ular bangkai laut (Trimeresurus albolabris)
Ular jali
Ular jali adalah sejenis ular pemakan tikus yang rakus, karena itu kerap disebut pula sebagai ular tikus. Namanya dalam bahasa lain adalah oray lingas (Sd.), ula jali, ula koros atau ula kayu (Jw.), dan Indo-Chinese rat snake (Ingg.). Nama ilmiahnya adalah Ptyas korros (Schlegel, 1837).
Selain ular jali, ada beberapa jenis lain yang juga dijuluki 'ular tikus'. Di antaranya adalah ular babi (Elaphe flavolineata), ular sapi (Elaphe radiata) dan ular hijau ekor coklat (Gonyosoma oxycephalum). Kesemuanya adalah pemburu tikus yang efektif di sawah-sawah, pekarangan rumah, bahkan sering hingga masuk ke atap rumah.
Ular jali menyebar luas mulai dari India, Bangladesh, Tiongkok (termasuk Hainan dan Hong Kong), Taiwan, Myanmar, Laos, Kamboja, Vietnam, Thailand, Semenanjung Malaya, Singapura, Sumatra, Jawa dan Bali; serta Borneo.

Ular bangkai laut

Ular bangkai laut adalah sejenis ular berbisa yang berbahaya. Memiliki nama ilmiah Trimeresurus albolabris, ular ini juga dikenal dengan nama-nama lain seperti oray bungka, oray majapait (Sd.), ula bangka-laut atau ula gadung luwuk (Jw.), tarihu (Dompu), dan lain-lain. Dalam bahasa Inggris disebut dengan nama white-lipped tree viper, white-lipped pit-viper atau bamboo pit-viper.
Ular ini juga dinamai ular hijau karena warna tubuhnya. Namun penamaan ini bisa menyesatkan, karena cukup banyak jenis-jenis ular pohon yang berwarna hijau, seperti halnya ular pucuk (Ahaetulla spp.) dan ular bajing (Gonyosoma oxycephalum) yang tidak berbahaya.
Ular bangkai laut termasuk ular yang agresif, mudah merasa terganggu dan lekas menggigit. Ular ini merupakan penyumbang kasus gigitan ular terbanyak, yakni sekitar 50% kasus di Indonesia (Kawamura dkk. 1975, seperti dikutip dalam David and Vogel, 1997). 2,4% di antaranya berakibat fatal.
Menurut pengalaman, ular ini biasanya menggigit para pencari kayu bakar, pencari rumput atau gembala yang tengah berjalan di hutan. Keyakinan orang-orang desa di Dompu, Sumbawa, ular ini menggigit sebab merasa terganggu. Ketika serombongan orang lalu di hutan, orang pertama yang lewat dan secara tak sengaja menyenggol dahan tempat tidur ular tarihu ini biasanya selamat, tak digigit. Ular itu hanya terbangun dan berwaspada. Orang kedua atau ketigalah yang biasanya tergigit.
Seperti umumnya ular bandotan (viper), ular bangkai laut ini memiliki bisa yang berbahaya. Bisa ini disuntikkan ke tubuh korbannya melalui sepasang taring besar melengkung yang beralur di tengahnya. Meski demikian, tidak semua gigitan ular disertai dengan pengeluaran bisa. Gigitan ‘kering’, yang bersifat refleks atau peringatan, biasanya tidak disertai bisa dan karenanya tidak membahayakan. Gigitan ‘kering’ ular ini tidak menimbulkan gejala-gejala keracunan seperti yang diuraikan di bawah.
Bisa ular ini, dan umumnya ular Crotalinae, bersifat hemotoksin, merusak sistem peredaran darah. Gigitan ular ini pada manusia menimbulkan rasa sakit yang hebat, dan kerusakan jaringan di sekitar luka gigitan. Dalam menit-menit pertama setelah gigitan, jaringan akan membengkak dan sebagian akan berwarna merah gelap, pertanda terjadi perdarahan di bawah kulit di sekitar luka. Menyusul terjadi pembengkakan, rasa kaku dan nyeri yang meluas perlahan-lahan ke seluruh bagian anggota yang tergigit. Rasa nyeri terasa terutama pada persendian antara luka dan jantung. Apabila tidak ditangani dengan baik, perdarahan internal dapat menyusul terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari kemudian, dan bahkan dapat membawa kematian.
Ular Anang
Ular anang atau ular lanang (Ophiophagus hannah) adalah ular berbisa terpanjang di dunia dengan panjang tubuh keseluruhan mencapai sekitar 5,7 m. Akan tetapi panjang hewan dewasa pada umumnya hanya sekitar 3 – 4,5 m saja.Ular ini ditakuti orang karena bisanya yang mematikan dan sifat-sifatnya yang terkenal agresif, meskipun banyak catatan  yang menunjukkan perilaku yang sebaliknya.
Ular anang juga dikenal dengan beberapa nama lokal seperti oray totog (sd.), ular tedung abu, tedung selor dan lain-lain. Dalam bahasa inggris disebut king cobra atau hamadryad.
ULAR EDOR
(Calloselasma rhodostoma
)
Nama umum yg sudah populer ular ini adalah ular tanah. Beberapa nama lain di antaranya ialah ular bandotan/oray gibug/oray bedudak/ular kapak & ular bedor. Nama edor yg diberikan penduduk setempat mungkin berasal dari kata bedor, yang berarti panah. Dinamakan demikian karena kepalanya mirip ujung anak panah, berbentuk segitiga. Ular ini memang tergolong ular berbahaya. Ia dapat menyambar mangsanya dgn lompatan pendek & cepat dgn arah yg tepat, melejit seperti anak panah. Karuan saja ia pantas bila disebut ular panah.
Pada waktu pertama-tama ular ini ditemukan, ia diberi nama Trigonocephalus rhodostoma. Beberapa nama lain terdahulu di antaranya ialah Ancistrodon rhodostoma & Agkistrodon rhodostoma. Tetapi nama ilmiah yg berlaku sekarang adalah Calloselasma rhodostoma; termasuk dlm suku/famili VIPERIDAE. Panjang tubuh ular dewasa jantan antara 350 – 800 mm & ular betina sampai 1045 mm.
Ular edor tdk hanya terdapat di Karimunjawa, tetapi juga di daratan Jawa & P. Kangean. Sebarannya sangat terbatas, tidak terdapat di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku maupun Papua. Di Pulau Jawa-pun ia hanya ditemukan di Jawa Barat & beberapa tempat di Jawa Timur: di Surabaya, Malang & Kediri. Di luar Indonesia, ular ini terdapat di Thailand, Vietnam & Semenanjung Malaya bagian utara.
Habitat ular edor adalah daratan (terrestrial), selalu di atas tanah, tdk dpt memanjat pohon. Ia bersembunyi di bawah serasah/daun-daun kering, akar & batu-batuan. Jenis ular ini hidup di daerah yg kemaraunya berlangsung sedikitnya satu bulan sampai empat bulan dlm setahun.
Sifat hidupnya nocturnal, artinya ia giat mencari makan (mangsa) pd waktu malam. Pada waktu siang ia tidur di bawah akar atau batu-batuan. Corak warna tubuhnya yg mirip dgn lingkungannya, sehingga ia dpt menyamar (berkamuflase) seperti warna lingkungannya sehingga mata kita harus jeli agar dapat mengenalnya pada waktu siang hari pd jarak pandang yg tdk terlalu jauh. Memang, biasanya orang yg menjadi korban patukan ular ini tidak menyadari bahwa di dekatnya ada ular edor melingkar yg mendekam tak bergerak dgn posisi kepala mendongak siap menyergap bila ada musuh mendekat.
Sikapnya yg pendiam pd siang hari & patukannya yg mematikan, membuat banyak orang merasa ngeri menghadapi ular ini. Tapi sebenarnya jarang sekali ada kasus orang dipatuk ular edor, sebab selain langka, ia juga tdk garang. Kalau tdk tersentuh atau terpijak tdk akan menyerang orang. Kehadirannya juga umumnya jauh dari hunian masyarakat.


Ular sanca kembang


Sanca kembang adalah sejenis ular tak berbisa yang berukuran besar. Ukuran terbesarnya dikatakan dapat melebihi 10 meter. Lebih panjang dari anakonda (Eunectes), ular terbesar dan terpanjang di Amerika Selatan. Nama-nama lainnya adalah ular sanca; ular sawah; sawah-n-etem (Simeulue); ular petola (Ambon); dan dalam bahasa Inggris reticulated python atau kerap disingkat reticulated python atau kerap disingkat retics

Sanca kembang ini mudah dikenali karena umumnya bertubuh besar. Keluarga sanca (Pythonidae) relatif mudah dibedakan dari ular-ular lain dengan melihat sisik-sisik dorsalnya yang lebih dari 45 deret, dan sisik-sisik ventralnya yang lebih sempit dari lebar sisi bawah tubuhnya. Di Indonesia barat, ada lima spesiesnya: tiga spesies bertubuh gendut pendek yakni kelompok [[ular peraca]] (''Python curtus'' group: ''P. curtus'', ''P. brongersmai'' dan ''P. breitensteini'') di [[Sumatra]], [[Kalimantan]] dan [[Semenanjung Malaya]]. Dua spesies yang lain bertubuh relatif panjang, pejal berotot: ''P. molurus'' ([[sanca bodo]]) dan ''P. reticulatus''. Kedua-duanya menyebar dari [[Asia]] hingga [[Sunda Besar]], termasuk [[Jawa]]. ''P. molurus'' memiliki pola kembangan yang berbeda dari ''reticulatus'', terutama dengan adanya pola V besar berwarna gelap di atas kepalanya. Sanca kembang memiliki pola lingkaran-lingkaran besar berbentuk jala (''reticula'', jala), tersusun dari warna-warna hitam, kecoklatan, kuning dan putih di sepanjang sisi dorsal tubuhnya. Satu garis hitam tipis berjalan di atas kepala dari moncong hingga tengkuk, menyerupai garis tengah yang membagi dua kanan kiri kepala secara simetris. Dan masing-masing satu garis hitam lain yang lebih tebal berada di tiap sisi kepala, melewati mata ke belakang.
Sisik-sisik ''dorsal'' (punggung) tersusun dalam 70-80 deret; sisik-sisik ''ventral'' (perut) sebanyak 297-332 buah, dari bawah leher hingga ke anus; sisik ''subkaudal'' (sisi bawah ekor) 75-102 pasang. Perisai ''rostral'' (sisik di ujung moncong) dan empat perisai ''supralabial'' (sisik-sisik di bibir atas) terdepan memiliki lekuk lubang penghidu bahang (''heat sensor pits'') yang dalam (Tweedie 1983).
Ular sendok

Ular sendok atau yang juga dikenal dengan nama kobra adalah sejenis ular berbisa dari suku Elapidae. Disebut ular sendok (Jw., ula irus) karena ular ini dapat menegakkan dan memipihkan lehernya apabila merasa terganggu oleh musuhnya. Leher yang memipih dan melengkung itu serupa bentuk sendok atau irus (sendok sayur).
stilah kobra dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Inggris, cobra, yang sebetulnya juga  merupakan pinjaman dari bahasa Portugis. Dalam bahasa terakhir itu, cobra merupakan sebutan umum bagi ular, yang diturunkan dari bahasa Latin colobra (coluber, colubra), yang juga berarti ular. Ketika para pelaut Portugis di abad ke-16 tiba di Afrika dan Asia Selatan, mereka menamai ular sendok yang mereka dapati di sana dengan istilah cobra-capelo, ular bertudung. Dari nama inilah berkembang sebutan-sebutan yang mirip dalam bahasa-bahasa Spanyol, Prancis, Inggris dan lain-lain bahasa Eropa.

Ular sendok dalam bahasa Indonesia merujuk pada beberapa jenis ular dari marga Naja. Sedangkan ular king-cobra (Ophiophagus hannah) biasanya di sini disebut dengan istilah ular anang atau ular tedung.


Mengenal beberapa jenis ular di indonesia

Ular merupakan salah satu reptil yang paling sukses berkembang di dunia. Di gunung, hutan, gurun, dataran rendah, lahan pertanian, lingkunganpemukiman, sampai ke lautan, dapat ditemukan ular. Hanya saja, sebagaimana umumnya hewan berdarah dingin, ular semakin jarang ditemui di tempat-tempat yang dingin, seperti di puncak-puncak gunung, di daerah Irlandia dan Selandia baru dan daerah daerah padang salju atau kutub.

Banyak jenis-jenis ular yang sepanjang hidupnya berkelana di pepohonan dan hampir tak pernah menginjak tanah. Banyak jenis yang lain hidup melata di atas permukaan tanah atau menyusup-nyusup di bawah serasah atau tumpukan bebatuan. Sementara sebagian yang lain hidup akuatik atau semi-akuatik di sungai-sungai, rawa, danau dan laut.
Ular memangsa berbagai jenis hewan lebih kecil dari tubuhnya. Ular-ular perairan memangsa ikan, kodok, berudu, dan bahkan telur ikan. Ular pohon dan ular darat memangsa burung, mamalia, kodok, jenis-jenis reptil yang lain, termasuk telur-telurnya. Ular-ular besar seperti ular sanca kembangdapat memangsa kambing, kijang, rusa dan bahkan manusia.


Kebiasaan dan Reproduksi

Ular memakan mangsanya bulat-bulat; artinya, tanpa dikunyah menjadi keping-keping yang lebih kecil. Gigi di mulut ular tidak memiliki fungsi untuk mengunyah, melainkan sekedar untuk memegang mangsanya agar tidak mudah terlepas. Agar lancar menelan, ular biasanya memilih menelan mangsa dengan kepalanya lebih dahulu.

Beberapa jenis ular, seperti sanca dan ular tikus, membunuh mangsa dengan cara melilitnya hingga tak bisa bernapas. Ular-ular berbisa membunuh mangsa dengan bisanya, yang dapat melumpuhkan sistem saraf pernapasan dan jantung (neurotoksin), atau yang dapat merusak peredaran darah (haemotoksin), dalam beberapa menit saja. Bisa yang disuntikkan melalui gigitan ular itu biasanya sekaligus mengandung enzim pencerna, yang memudahkan pencernaan makanan itu apabila telah ditelan.


Untuk menghangatkan tubuh dan juga untuk membantu kelancaran pencernaan, ular kerap kali perlu berjemur (basking) di bawah sinar matahari.
Kebanyakan jenis ular berkembang biak dengan bertelur. Jumlah telurnya bisa beberapa butir saja, hingga puluhan dan ratusan butir. Ular meletakkan telurnya di lubang-lubang tanah, gua, lubang kayu lapuk, atau di bawah timbunan daun-daun kering. Beberapa jenis ular diketahui menunggui telurnya hingga menetas; bahkan ular sanca ‘mengerami’ telur-telurnya.


Sebagian ular, seperti ular kadut belang, ular pucuk dan ular bangkai laut ‘melahirkan’ anak. Sebetulnya tidak melahirkan seperti halnya mamalia, melainkan telurnya berkembang dan menetas di dalam tubuh induknya (ovovivipar), lalu keluar sebagai ular kecil-kecil.
Sejenis ular primitif, yakni ular buta atau ular kawat Rhampotyphlops braminus, sejauh ini hanya diketahui yang betinanya. Ular yang mirip cacing kecil ini diduga mampu bertelur dan berbiak tanpa ular jantan (partenogenesis).


Ular dan Manusia

Dalam kitab-kitab suci, ular kebanyakan dianggap sebagai musuh manusia. Dalam Alkitab (Perjanjian Lama) diceritakan bahwa Iblis menjelma dalam bentuk ular, dan membujuk Hawa dan Adam sehingga terpedaya dan harus keluar dari Taman Eden. Dalam kisah Mahabharata, Kresna kecil sebagai penjelmaan Dewa Wisnu mengalahkan ular berkepala lima yang jahat. Dalam salah satu Hadits Rasulullah saw. pun ada anjuran untuk membunuh ‘ular hitam yang masuk/berada di dalam rumah’.

Anggapan-anggapan ini, bagaimanapun, turut berpengaruh dan menjadikan kebanyakan orang merasa benci, jika bukan takut, kepada ular. Meskipun sesungguhnya ketakutan itu kurang beralasan, atau lebih disebabkan oleh kurangnya pengetahuan orang umumnya terhadap sifat-sifat dan bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh ular. Pada kenyataannya, kasus gigitan ular –apalagi yang sampai menyebabkan kematian– sangat jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan kasus kecelakaan di jalan raya, atau kasus kematian (oleh penyakit) akibat gigitan nyamuk.
Pada pihak yang lain, ular pun telah ratusan atau ribuan tahun dieksploitasi dan dimanfaatkan oleh manusia. Ular kobra yang amat berbisa dan ular sanca pembelit kerap digunakan dalam pertunjukan-pertunjukan keberanian. Empedu, darah dan daging beberapa jenis ular dianggap sebagai obat berkhasiat tinggi, terutama di Tiongkok dan daerah Timur lainnya. Sementara itu kulit beberapa jenis ular memiliki nilai yang tinggi sebagai bahan perhiasan, sepatu dan tas. Seperti halnya biawak, kulit ular (terutama ular sanca, ular karung, dan ular anakonda) yang diperdagangkan di seluruh dunia mencapai ratusan ribu hingga jutaan helai kulit mentah pertahun.
Dalam kenyataannya, ular justru kini semakin punah akibat aneka penangkapan, pembunuhan yang tidak berdasar, serta kerusakan habitat dan lingkungan hidupnya. Ular-ular yang dulu turut serta berperan dalam mengontrol populasi tikus di sawah dan kebun, kini umumnya telah habis atau menyusut jumlahnya. Maka tidak heran, di tempat-tempat yang sawah dan padinya rusak dilanda gerombolan tikus, seperti di beberapa tempat di Kabupaten Sleman, Jogjakarta, petani setempat kini memerlukan untuk melepaskan kembali (reintroduksi) berjenis-jenis ular sawah dan melarang pemburuan ular di desanya.
Ular tidak memiliki daun telinga dan gendang telinga, tidak mempunya keistimewaan ada ketajaman indera mata maupun telinga. Matanya selalu terbuka dan dilapisi selaput tipis sehingga mudah melihat gerakan disekelilingnya, sayangnya ia tidak dapat memfokuskan pandangnnya. Ular baru dapat melihat dengan jelas dalam jarak dekat.
Indera yang menjadi andalan ular adalah sisik pada perutnya, yang dapat menangkap getaran langkah manusia atau binatang lainnya.
Lubang yang terdapat antara mata dan mulut ular dapat berfungsi sebagai thermosensorik (sensor panas) - organ ini biasa disebut ceruk atau organ Jacobson. Ular juga dapat mengetahui perubahan suhu karena kedatangan mahluk lainnya, contohnya ular tanah memiliki ceruk yang peka sekali.
Manusia sebenarnya tidak usah takut pada ular karena ular sendiri yang sebenarnya takut pada manusia. Ular tidak dapat mengejar manusia, gerakannya yang lamban bukan tandingan manusia. Rata rata ular bergerak sekitar 1,6 km per jam, jenis tercepat adalah ular mambaa di Afrika yang bisa lari dengan kecepatan 11 km per jam. Sedangkan manusia, sebagai perbandingan, dapat berlari antara 16-24 km per jam.


Habitat dan Makanan

Ular merupakan salah satu reptil yang paling sukses berkembang di dunia. Di gunung, hutan, gurun, dataran rendah, lahan pertanian, lingkunganpemukiman, sampai ke lautan, dapat ditemukan ular. Hanya saja, sebagaimana umumnya hewan berdarah dingin, ular semakin jarang ditemui di tempat-tempat yang dingin, seperti di puncak-puncak gunung, di daerah Irlandia dan Selandia baru dan daerah daerah padang salju atau kutub.
Banyak jenis-jenis ular yang sepanjang hidupnya berkelana di pepohonan dan hampir tak pernah menginjak tanah. Banyak jenis yang lain hidup melata di atas permukaan tanah atau menyusup-nyusup di bawah serasah atau tumpukan bebatuan. Sementara sebagian yang lain hidup akuatik atau semi-akuatik di sungai-sungai, rawa, danau dan laut.
Ular memangsa berbagai jenis hewan lebih kecil dari tubuhnya. Ular-ular perairan memangsa ikan, kodok, berudu, dan bahkan telur ikan. Ular pohon dan ular darat memangsa burung, mamalia, kodok, jenis-jenis reptil yang lain, termasuk telur-telurnya. Ular-ular besar seperti ular sanca kembangdapat memangsa kambing, kijang, rusa dan bahkan manusia.


Berikut adalah beberapa jenis ular yang kita kenal :


Ular kawat

Ular kawat merupakan sejenis ular yang terkecil di dunia. Nama ilmiahnya adalah Ramphotyphlops braminus (Daudin, 1803). Sementara nama-namanya dalam bahasa lain adalah common blindsnake, Brahminy blindsnake, flowerpot snake, bootlace snake (Eng.); ular kawat, ular cacing (Ind.), ular duwel .

Identifikasi
Ular kawat bertubuh amat kecil, nampak berkilau seperti sepotong kawat kecil kehitaman. Panjang tubuh hingga 175 mm, akan tetapi jarang yang lebih panjang dari 15 cm. Kebanyakan malah sekitar 10 cm atau kurang.
Tubuhnya berwarna hitam, kehitaman, kecoklatan, atau abu-abu kebiruan. Umumnya lebih gelap di bagian dorsal (punggung) dan lebih muda di sisi ventral (perut). Ekornya amat pendek dan pada ujungnya terdapat runcingan serupa duri. Terkadang kedua ujungnya (kepala dan ekor) berwarna lebih muda atau keputihan.
Matanya tersembunyi dan hanya nampak sebagai bintik gelap samar-samar di balik sisik kepalanya. Oleh sebab itu, dalam bahasa Inggris dikenal sebagai blind snake (ular buta). Sisik-sisik yang menutupi bagian tengah tubuh tersusun dalam 20 deret, amat halus dan serupa saja bentuknya di bagian dorsal maupun ventral.


Kebiasaan dan ekologi

Ular ini sangat mirip cacing, baik ukuran tubuh maupun perilakunya. Sering ditemukan di bawah perabotan rumah, di balik pot-pot tanaman dan di halaman, di bawah batu dan kayu-kayu busuk, ular ini dengan segera menggelepar seperti cacing bila terusik. Namun bila diamati dengan seksama, terlihat ular ini memiliki sisik yang berkilau dan kulitnya tidak berlendir.
Ular kawat menggemari tempat-tempat yang sedemikian untuk mencari mangsanya yang berupa telur-telur semut, rayap dan berbagai serangga kecil lainnya. Mulutnya begitu kecil, dan hanya cukup untuk menelan mangsanya yang juga amat kecil. Karena itu adanya sangka-sangkaan orang bahwa ular kawat termasuk semacam ular yang amat berbisa dan dapat mematikan manusia hanyalah mitos yang tidak berdasar. Ular ini bahkan tidak mampu menggigit orang.
Ular ini diduga berbiak secara partenogenesis, yakni telurnya berkembang menjadi individu ular tanpa dibuahi oleh ular jantan. Dugaan ini muncul karena semua spesimen ular ini yang berhasil dikumpulkan ternyata teridentifikasi dengan kelamin betina (Tweedie, 1983). Sejenis ular lain yang juga diketahui memiliki kemampuan partenogenesis adalah ular karung Papua (Acrochordus arafurae).
Kebiasaan ular ini yang hidup di bawah tanah (fossorial), ukurannya yang amat kecil, dan kemampuan partenogenesisnya, menjadikan ular kawat ini mudah tersebar luas; populasinya dapat terbentuk hanya dengan satu spesimen ular yang terbawa dalam tanah pada pot tanaman.

Penyebaran
Penyebaran ular ini amat luas: Afrika (Zanzibar, Tanzania, Mozambique, Somalia, Kamerun, Benin, Togo, Pantai Gading). Madagaskar, kepulauan-kepulauan Comoro, Mascarenes, Seychelles, Mauritius, Reunion, Rodrigues.
Asia tropis (Arab, Persia, India, Srilanka, Myanmar, Muangthai, Indochina, Tiongkok selatan, Jepang selatan, Hongkong, Taiwan, Filipina, Semenanjung Malaya, dan kepulauan-kepulauan di Samudera Hindia).
Pasifik (Guam, Solomon, New Caledonia, Hawaii), Meksiko, Guatemala dan Hindia Barat.
Di Indonesia ular kawat menyebar di seluruh kepulauan.

Jenis yang berkerabat
Ada beberapa banyak spesies ular kawat lainnya dari marga Typhlops di Indonesia barat, Cyclotyphlops di Sulawesi dan Acutotyphlops di Papua. Kerabat dekat ular kawat, yakni Ramphotyphlops lineatus (Schlegel, 1839), memiliki panjang tubuh sampai sekitar 48 cm dan menyebar dari Thailand, Semenanjung Malaya, Singapura, Sumatra, Nias, Kalimantan, Jawa barat dan tengah.


Ular kepala-dua

Ular kepala-dua adalah sejenis ular primitif yang tidak berbisa. Dinamai demikian, karena perilakunya manakala merasa terganggu, ular ini menegakkan ekornya seolah-olah di situlah letak kepalanya pada kenyataannya kepala yang sesungguhnya disembunyikannya di bawah gulungan badannya.
Ular ini juga dikenal dengan nama-nama lain seperti, oray totog atau oray teropong (Sd.), majara (Toraja), ular gelenggang, dan lain-lain. Dalam bahasa Inggris disebut dengan nama Red-tailed Pipe Snake atau Common Pipe Snake, sementara nama ilmiahnya adalah Cylindrophis ruffus (Laurenti, 1768).

Pemerian
Ular yang bertubuh silindris (cylindrophis; Gr. kylinder, batang penggiling, dan ophis, ular), dengan ekor amat pendek dan hampir tak terbedakan dengan kepala. Kepala dan ekor sama-sama tumpul. Panjang tubuh dapat mencapai 90 cm, akan tetapi agak jarang yang melebihi 50 cm.
Tubuh bagian atas (dorsal) berwarna hitam, dengan belang-belang merah jingga di kanan-kirinya (ruffus; salah tulis dari kata rufus, kemerahan). Kepala dan ekor berwarna merah jingga dengan noda-noda hitam. Warna-warna cerah ini sering memudar atau menghilang dengan bertambahnya umur dan ukuran tubuh ular, sehingga ular nampak dominan kehitaman. Sisi bawah tubuh (ventral) hitam dengan belang-belang putih, setidaknya sebagian tersusun berseling seperti papan catur. Sisi bawah ekor kemerahan, menyebabkannya sering disangka sebagai ular cabe (Maticora intestinalis) yang berbisa.
Sisik-sisik di sisi ventral tidak terbedakan (tidak melebar) dari sisik-sisik dorsal. Sisik ventral 186-222, sisik anal berbelah, sisik subkaudal (bawah ekor) 5-7 buah, dan sisik dorsal dalam 19-21 deret di tengah badan.

Kebiasaan
Ular kepala-dua umumnya ditemukan di dataran rendah, meskipun Tweedie (1983) menyebutkan pernah didapatkan pada ketinggian 1.700 m dpl. Ular ini menghuni hutan-hutan dataran rendah yang lembap, kebun dan lahan-lahan pertanian. Tempat yang disukainya adalah yang memiliki tanah gembur atau berlumpur, di mana ular ini dapat menyusup masuk (fossorial) untuk mencari mangsanya. Karena itu, ular kepala-dua sering pula ditemukan di sekitar daerah berawa-rawa dan persawahan, di bawah kayu-kayu lapuk di hutan, di balik tumpukan serasah yang membusuk, atau di tepi sungai. Ular ini tidak jarang dijumpai di jalan tanah, di pagi hari sesudah hujan lebat turun pada malamnya.
Aktif di malam hari (nokturnal), ular kepala-dua diketahui memangsa ular-ular lain yang lebih kecil, kadal, bayi-bayi mamalia, dan cacing tanah. Juga pernah dilaporkan memangsa sejenis sidat dan larva serangga.
Ular yang berwarna indah ini sama sekali tidak berbahaya, bahkan tidak mau menggigit orang. Bila merasa terusik, alih-alih berlari ular kepala-dua biasanya segera menggulung tubuhnya dan menyembunyikan kepalanya, serta menegakkan ekornya tinggi-tinggi. Postur ekornya yang memipih dan melengkung dengan tepat, mengingatkan kita pada rupa seekor kobra yang sedang marah, meski berukuran lebih kecil. Namun hanya itu saja kebisaannya. Bilamana si pengganggu tidak kena digertak, ular inilah yang segera beringsut pergi. Tentu saja dengan kepala aslinya lebih dahulu.
Melihat postur yang ‘mengancam’ itu, orang-orang yang tidak mengenalnya biasanya tanpa ampun segera membunuhnya. Dan malangnya ular ini tidak begitu lincah dan cepat untuk menghindarinya.
Ular kepala-dua bersifat ovovivipar, telurnya menetas selagi dalam kandungan, dan melahirkan sampai 13 ekor anak di satu saat.

Kerabat dan Penyebaran
Cylindrophis ruffus memiliki dua anak jenis (subspesies), yakni:

·         C.r. ruffus (Laurenti, 1768), yang menyebar luas mulai dari Tiongkok dan Hainan di utara, Hong Kong, Laos, Vietnam, Kamboja, Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatra, Borneo, Jawa,Sulawesi, Kepulauan Sula, Kepulauan Sangihe, Buton, Boano dan Bacan di Maluku.



·         C.r. burmanus Smith, 1943, menyebar terbatas di Myanmar.


Sedangkan jenis-jenis lain dalam marga yang sama adalah:

·         Cylindrophis aruensis, di Maluku.
·         Cylindrophis boulengeri
·         Cylindrophis engkariensis, di Serawak.
·         Cylindrophis isolepis
·         Cylindrophis lineatus, di Borneo.
·         Cylindrophis maculatus
·         Cylindrophis melanotus
·         Cylindrophis opisthorhodus
·         Cylindrophis yamdena, di Maluku.

Ular sanca kembang

Sanca kembang adalah sejenis ular tak berbisa yang berukuran besar. Ukuran terbesarnya dikatakan dapat melebihi 10 meter. Lebih panjang dari anakonda (Eunectes), ular terbesar dan terpanjang di Amerika Selatan. Nama-nama lainnya adalah ular sanca; ular sawah; sawah-n-etem (Simeulue); ular petola (Ambon); dan dalam bahasa Inggris reticulated python atau kerap disingkat retics.

Identifikasi
Sanca kembang ini mudah dikenali karena umumnya bertubuh besar. Keluarga sanca (Pythonidae) relatif mudah dibedakan dari ular-ular lain dengan melihat sisik-sisik dorsalnya yang lebih dari 45 deret, dan sisik-sisik ventralnya yang lebih sempit dari lebar sisi bawah tubuhnya. Di Indonesia barat, ada lima spesiesnya: tiga spesies bertubuh gendut pendek yakni kelompok ular peraca (Python curtus group: P. curtus, P. brongersmai dan P. breitensteini) di Sumatra, Kalimantan dan Semenanjung Malaya.
Dua spesies yang lain bertubuh relatif panjang, pejal berotot: P. molurus (sanca bodo) dan P. reticulatus. Kedua-duanya menyebar dari Asia hingga Sunda Besar, termasuk Jawa. P. molurus memiliki pola kembangan yang berbeda dari reticulatus, terutama dengan adanya pola V besar berwarna gelap di atas kepalanya. Sanca kembang memiliki pola lingkaran-lingkaran besar berbentuk jala (reticula, jala), tersusun dari warna-warna hitam, kecoklatan, kuning dan putih di sepanjang sisi dorsal tubuhnya. Satu garis hitam tipis berjalan di atas kepala dari moncong hingga tengkuk, menyerupai garis tengah yang membagi dua kanan kiri kepala secara simetris. Dan masing-masing satu garis hitam lain yang lebih tebal berada di tiap sisi kepala, melewati mata ke belakang.
Sisik-sisik dorsal (punggung) tersusun dalam 70-80 deret; sisik-sisik ventral (perut) sebanyak 297-332 buah, dari bawah leher hingga ke anus; sisik subkaudal (sisi bawah ekor) 75-102 pasang. Perisai rostral (sisik di ujung moncong) dan empat perisai supralabial (sisik-sisik di bibir atas) terdepan memiliki lekuk lubang penghidu bahang (heat sensor pits) yang dalam (Tweedie 1983).

Biologi dan Penyebaran
Sanca kembang terhitung ular yang terbesar dan terpanjang di dunia. The Guinness Book of World Records tahun 1991 mencatat sanca kembang sepanjang 32 kaki 9.5 inci (sekitar 10 meter) sebagai ular yang terpanjang (Murphy and Henderson 1997). Namun yang umum dijumpai adalah ular-ular yang berukuran 5-8 meter. Sedangkan berat maksimal yang tercatat adalah 158 kg (347.6 lbs). Ular sanca termasuk ular yang berumur panjang, hingga lebih dari 25 tahun.
Ular-ular betina memiliki tubuh yang lebih besar. Jika yang jantan telah mulai kawin pada panjang tubuh sekitar 7-9 kaki, yang betina baru pada panjang sekitar 11 kaki. Dewasa kelamin tercapai pada umur antara 2-4 tahun.
Musim kawin berlangsung antara September hingga Maret di Asia. Berkurangnya panjang siang hari dan menurunnya suhu udara merupakan faktor pendorong yang merangsang musim kawin. Namun demikian, musim ini dapat bervariasi dari satu tempat ke tempat lain. Shine et al. 1999 mendapatkan bahwa sanca kembang di sekitar Palembang, Sumatera Selatan, bertelur antara September-Oktober; sementara di sekitar Medan, Sumatera Utara antara bulan April-Mei.
Jantan maupun betina akan berpuasa di musim kawin, sehingga ukuran tubuh menjadi hal yang penting di sini. Betina bahkan akan melanjutkan puasa hingga bertelur, dan sangat mungkin juga hingga telur menetas (McCurley 1999).
Sanca kembang bertelur antara 10 hingga sekitar 100 butir. Telur-telur ini ‘dierami’ pada suhu 88-90 °F (31-32 °C) selama 80-90 hari, bahkan bisa lebih dari 100 hari. Ular betina akan melingkari telur-telur ini sambil berkontraksi. Gerakan otot ini menimbulkan panas yang akan meningkatkan suhu telur beberapa derajat di atas suhu lingkungan. Betina akan menjaga telur-telur ini dari pemangsa hingga menetas. Namun hanya sampai itu saja; begitu menetas, bayi-bayi ular itu ditinggalkan dan nasibnya diserahkan ke alam.
Sanca kembang menyebar di hutan-hutan Asia Tenggara. Mulai dari Kep. Nikobar, Burma hingga ke Indochina; ke selatan melewati Semenanjung Malaya hingga ke Sumatra, Kalimantan, Jawa, Nusa Tenggara (hingga Timor), Sulawesi; dan ke utara hingga Filipina (Murphy and Henderson 1997).
Sanca kembang memiliki tiga subspesies. Selain P.r. reticulatus yang hidup menyebar luas, dua lagi adalah P.r. jampeanus yang menyebar terbatas di Pulau Tanah Jampea dan P.r. saputrai yang menyebar terbatas di Kepulauan Selayar. Kedua-duanya di lepas pantai selatan Sulawesi Selatan.

Ekologi
Sanca kembang hidup di hutan-hutan tropis yang lembap (Mattison, 1999). Ular ini bergantung pada ketersediaan air, sehingga kerap ditemui tidak jauh dari badan air seperti sungai, kolam dan rawa.
Makanan utamanya adalah mamalia kecil, burung dan reptilia lain seperti biawak. Ular yang kecil memangsa kodok, kadal dan ikan. Ular-ular berukuran besar dilaporkan memangsa anjing, monyet, babi hutan, rusa, bahkan manusia yang ‘tersesat’ ke tempatnya menunggu mangsa (Mattison 1999, Murphy and Henderson 1997, Shine et al. 1999). Ular ini lebih senang menunggu daripada aktif berburu, barangkali karena ukuran tubuhnya yang besar menghabiskan banyak energi.
Mangsa dilumpuhkan dengan melilitnya kuat-kuat (constricting) hingga mati kehabisan napas. Beberapa tulang di lingkar dada dan panggul mungkin patah karenanya. Kemudian setelah mati mangsa ditelan bulat-bulat mulai dari kepalanya.
Setelah makan, terutama setelah menelan mangsa yang besar, ular ini akan berpuasa beberapa hari hingga beberapa bulan hingga ia lapar kembali. Seekor sanca yang dipelihara di Regent’s Park pada tahun 1926 menolak untuk makan selama 23 bulan, namun setelah itu ia normal kembali (Murphy and Henderson 1997).

Sanca dan Manusia
Sanca --terutama yang kecil-- kerap dipelihara orang karena relatif jinak dan indah kulitnya. Pertunjukan rakyat, seperti topeng monyet, seringkali membawa seekor sanca kembang yang telah jinak untuk dipamerkan. Sirkus lokal juga kadang-kadang membawa sanca berukuran besar untuk dipamerkan atau disewakan untuk diambil fotonya.
Sanca banyak diburu orang untuk diambil kulitnya yang indah dan bermutu baik. Lebih dari 500.000 potong kulit sanca kembang diperdagangkan setiap tahunnya. Sebagian besar kulit-kulit ini diekspor dari Indonesia, dengan sumber utama Sumatra dan Kalimantan. Semua adalah hasil tangkapan di alam liar.
Jelas perburuan sanca ini sangat mengkhawatirkan karena mengurangi populasinya di alam. Catatan dari penangkapan ular komersial di Sumatra mendapatkan bahwa sanca kembang yang ditangkap ukurannya bervariasi antara 1 m hingga 6 m, dengan rata-rata ukuran untuk jantan 2.5 m dan betina antara 3.1 m (Medan) – 3.6 m (Palembang). Kira-kira sepertiga dari betina tertangkap dalam keadaan reproduktif (Shine et al. 1999). Hingga saat ini, ular ini belum dilindungi undang-undang. CITES (konvensi perdagangan hidupan liar yang terancam) memasukkannya ke dalam Apendiks II.


Ular pelangi

Ular pelangi adalah sejenis ular yang termasuk anggota suku Xenopeltidae. Ular ini diberi nama demikian karena lapisan transparan pada sisiknya membiaskan warna-warni pelangi dari cahaya matahari. Dalam bahasa Inggris disebut dengan nama sunbeam snake atau iridescent earth snake. Sementara nama ilmiahnya adalah Xenopeltis unicolor (Schneider, 1799), merujuk pada keistimewaan sisik-sisiknya (Xeno: aneh, ajaib; peltis: perisai).

Pemerian
Sisi atas tubuh (dorsal, punggung) berwarna coklat atau abu-abu kehitaman, merata (unicolor: berwarna seragam) dan berkilauan apabila terkena cahaya. Sisik-sisik dorsal dalam 15 deret. Deret terbawah berwarna putih, beberapa deret berikutnya seperti warna punggung umumnya namun dengan tepian berwarna putih. Sisi bawah tubuh (ventral) putih.
Ular muda dengan kepala dan leher yang berwarna putih, kecuali moncongnya yang kecoklatan. Warna putih ini berangsur-angsur menghilang bersama dengan bertambah besarnya sang ular.
Perisai (sisik-sisik besar) di atas ubun-ubun kepala berbentuk mirip belah ketupat. Tidak seperti kebanyakan ular, perisai parietal (pelipis) kanan dan kiri tidak bersinggungan; melainkan terpisah oleh adanya perlekatan perisai frontal (dahi, di antara kedua mata) dengan perisai oksipital tengah yang berukuran besar. Keempat perisai itu berukuran hampir sama besar, dan bersama-sama membentuk bangun belah ketupat yang lebih besar lagi.
Panjang tubuh maksimum lebih sedikit dari satu meter, kebanyakan antara 80-90 cm. Ekornya pendek, sekitar sepersepuluh panjang tubuh atau kurang. Sisik-sisik ventral 173-196 buah, anal (yang menutupi anus) sepasang, dan subkaudal (di bawah ekor) 24-32 pasang.

Bio-ekologi
Ular pelangi menghuni daerah lembap dan berawa-rawa di sekitar pantai, sungai, persawahan, dan daerah berhutan; di dataran rendah hingga pegunungan di ketinggian sekitar 1300 m dpl (David and Vogel, 1997). Tidak jarang pula ditemukan di sekitar pemukiman, terutama di daerah terbuka dan berumput-rumput yang meliar. Ular ini sering bersembunyi di bawah kayu busuk, bebatuan, tumpukan serasah, atau menggali lubang dalam lumpur, tidak jauh dari air.
Mangsanya terutama terdiri dari kodok, kadal, jenis-jenis ular lain, dan mungkin pula burung yang tinggal di atas tanah. Tweedie (1983) menyebutkan bahwa ular pelangi yang dipelihara dalam kandang juga mau memangsa tikus. Ular ini aktif di siang dan malam hari, meski karena pemalu jarang terlihat di siang hari.
Berkembang biak dengan bertelur (ovipar), ular pelangi setiap kalinya mengeluarkan hingga 17 butir telur. ular ini dapat di temukan di hampir seluruh wilayah indonesia

Penyebaran
Ular ini termasuk yang umum ditemukan, dan menyebar luas mulai dari India, Tiongkok, Burma, Kamboja, Laos, Vietnam, Thailand, Semenanjung Malaya hingga ke Filipina.
Di Indonesia, ular pelangi ditemukan di pulau-pulau Sumatra, Simeulue, Nias, Kep. Mentawai, Kep. Riau, Jawa, Kalimantan hingga Sulawesi.

Catatan Lain-lain
Ular pelangi termasuk golongan ular yang tidak berbahaya. Ular ini tidak berbisa dan biasanya tidak mau menggigit ketika ditangkap. Tatkala baru terpegang, ular pelangi kerap menggetarkan ekornya kuat-kuat. Ular ini juga mengeluarkan cairan berbau memualkan seperti bau bawang putih yang keras untuk mengusir musuhnya.
Ular ini mudah jinak dan relatif gampang dipelihara. Dalam tangkaran, ular pelangi dapat mencapai usia lebih dari 13 tahun (David and Vogel, 1997).
Mengingat kulitnya yang relatif tebal dan bermutu baik, ular pelangi termasuk salah satu di antara sasaran para pemburu dan pedagang kulit ular. Sayang sekali, belum ada informasi yang memadai mengenai keadaan populasinya di alam.


ULAR SIPUT

Ular siput (Pareas carinatus) adalah sejenis ular kecil anggota suku Colubridae. Dinamai demikian baik karena mangsa utamanya adalah aneka siput kecil, maupun karena gerakannya yang lamban seperti mangsanya itu. Dalam bahasa Inggris ular ini dikenal sebagai keeled slug-snake atau keeled slug-eating snake, merujuk pada sisik-sisik vertebralnya yang berlunas rendah (keeled).

Pengenalan
Ular kecil yang bertubuh ramping, cenderung kurus. Panjang tubuh total hingga sekitar 60 cm. Coklat kusam, coklat muda atau coklat agak kekuningan di sisi sebelah atas, dengan belang-belang hitam yang tipis dan samar-samar di sepanjang tubuhnya, kecuali pola X memanjang berwarna hitam tegas di atas tengkuk.Sisi bawah tubuh (ventral) kuning atau kekuningan, dengan bintik-bintik halus gelap atau kemerahan. Kepala menjendol besar dengan moncong tumpul agak janggal. Mata relatif besar, dengan iris berwarna kuning kecoklatan. Ekor kurus meruncing.
Ular ini tidak memiliki celah lurus di antara perisai-perisai[2] dagunya (mental groove). Di antara perisai nasal (hidung) dan mata terdapat dua buah perisai, yakni loreal dan preokular. Perisai labial (bibir) atas 7–9 buah, dipisahkan dari mata oleh 2–4 sisik kecil-kecil. Sisik-sisik dorsal (punggung) dalam 15 deret di tengah badan, sisik-sisik vertebral (yang paling atas, di atas tulang punggung) sedikit membesar dan berlunas rendah. Perisai-perisai ventral (perut) berjumlah 170–184 buah; perisai anal (dubur) tunggal; perisai subkaudal (bawah ekor) 60-88 buah, tak berpasangan.

Kebiasaan, anak jenis dan penyebaran
Aktif di malam hari (nokturnal), ular siput biasa ditemui di hutan-hutan dataran rendah dan hutan pegunungan yang basah, lingkungan perkebunan hingga ke dekat permukiman. Sering memanjat vegetasi penutup tanah di tempat-tempat lembap, ular ini memburu dan memangsa aneka siput dan siput tak bercangkang. Tak jarang pula ular ini ditemukan menjalar perlahan di lantai hutan dan di dekat batang air. Catatan dari Berastagi menunjukkan bahwa ular ini didapati hingga ketinggian 1.300 m dpl. Ular siput bertelur hingga 8 butir.
Ular ini tidak berbisa, bahkan tak dapat menggigit manusia. Akan tetapi perilakunya ketika merasa terancam mirip dengan ular berbisa; leher dan tubuh bagian depan ditarik melengkung membentuk huruf S, kemudian secepat kilat ular ini mematuk ke depan. Namun sesungguhnya mulutnya terlampau sempit untuk membuka dan menggigit ujung jari sekalipun. Dengan demikian sebetulnya gerakan itu hanya berfungsi untuk menakut-nakuti si pengganggu belaka, tanpa dapat melukai sedikitpun.
Celakanya, karena perilakunya itu ular siput kerap dibunuh orang. Karena lambannya, ular ini juga tidak jarang tergilas kendaraan ketika menyeberang jalan atau bahkan tidur bergelung di jalan yang hangat di waktu malam.
Pareas carinatus memiliki dua anak jenis.

·         P.c. carinatus menyebar luas di Asia Tenggara, mulai dari Burma, Thailand, Vietnam, Laos, Kamboja, Cina selatan (Yunnan), Semenanjung Malaya, serta Indonesia (Borneo, Sumatra, Jawa, Bali, dan Lombok).
·         P.c. unicolor (Bourret, 1934) terbatas di Kamboja.


Jenis yang serupa
Ular siput belang (Pareas nuchalis) memiliki ciri-ciri, bentuk tubuh dan perilaku yang amat serupa dengan Pareas carinatus. Keduanya sulit untuk dibedakan, kecuali dengan menghitung jumlah sisik-sisiknya. P. nuchalis memiliki 8-9 perisai labial atas, 207–218 perisai ventral, dan 105–108 perisai subkaudal. Ular ini ditemukan terbatas (endemik) di Borneo, di hutan-hutan dataran rendah tidak lebih dari ketinggian 500 m dpl.


ULAR AIR PELANGI

Ular-air pelangi adalah sejenis ular dari suku Colubridae, anak suku Homalopsinae. Ular ini dinamakan demikian karena warna-warni di tubuhnya menyerupai jalur-jalur warna pada pelangi, meski biasanya tidak begitu cerah. Dalam bahasa Inggris disebut dengan nama rainbow water-snake. Umum mengenalnya sebagai ular air, uler aer (Betawi), ulo banyu (Jawa), dan lain-lain. Sementara nama ilmiahnya adalah Enhydris enhydris (Schneider, 1799).

Pemerian
Ular yang umumnya bertubuh relatif kecil sampai sedang, panjang maksimum lebih sedikit dari 80 cm, meski kebanyakan antara 50-60 cm. Berkepala kecil, meski sering berperut gendut, dan berekor pendek.
Punggung (dorsal) umumnya berwarna coklat muda zaitun hingga abu-abu kehitaman, dengan sepasang garis yang kabur batasnya, berwarna lebih terang kecoklatan, agak jauh di sebelah menyebelah garis tulang punggungnya. Sisi samping badan (lateral) sebelah bawah berwarna terang kekuningan atau keputihan, dibatasi dengan garis zigzag kehitaman di sepanjang batas dengan sisik-sisik ventral (perut). Terkadang terlihat garis warna merah jambu agak samar di bagian terang ini, serupa dengan pola renda memanjang. Sisi bawah tubuh (ventral) kekuningan atau keputihan, kadang-kadang dengan bintik-bintik atau garis samar sepanjang garis tengahnya.
Sisik-sisik dorsal tersusun dalam 21 deret. Sisik ventral 150-177 buah, sisik anal (yang menutupi anus) sepasang/berbelah, sisik subkaudal (sisi bawah ekor) 47-78 pasang.

Kebiasaan dan penyebaran
Bersama dengan kerabatnya, ular lumpur E. plumbea, ular-air pelangi kerap ditemui di saluran-saluran air, kolam-kolam ikan, lingkungan sawah, rawa dan sungai-sungai kecil yang berarus tenang. Ular-ular ini amat gemar memangsa ikan kecil-kecil, dan seringkali menjadi hama di kolam-kolam pemeliharaan ikan. Mangsa lainnya adalah kodok, termasuk berudunya, dan diperkirakan juga kadal.
E. enhydris –seperti umumnya Homalopsinae– berbiak dengan 'melahirkan' anaknya (ovovivipar). Yakni, telur berkembang sempurna dan menetas dalam perut induknya, untuk kemudian keluar sebagai ular kecil-kecil. E. enhydris melahirkan hingga 18 anak pada satu musimnya.
Di waktu pagi dan siang, ular-air pelangi kerap terlihat mengeluarkan kepala dan sebagian badannya dari air, dan berdiam diri menyerupai ranting kayu yang muncul dari dalam air. Ada kalanya beberapa ekor ular muncul bersama dalam jarak yang tidak berapa jauh.
E. enhydris mudah ditangkap dengan jerat. Di desa-desa di Jawa, anak-anak setempat biasa menangkapnya dengan berbekal jerat dari lidi daun kelapa yang masih segar. Ular ini umumnya jinak dan tak mau menggigit, sehingga kerap menjadi mainan anak-anak. Meski termasuk katagori ular berbisa lemah (mildly venomous), hampir tak pernah ada laporan mengenai kasus gigitannya.
Kebanyakan ular-ular marga Enhydris --sejauh ini telah dideskripsi 23 spesies dari marga ini, termasuk jenis ular baru E. gyii (ular-lumpur Kapuas) yang mampu berubah warna-- menyebar lokal atau terbatas. Hanya E. enhydris dan E. plumbea yang luas agihannya.
E. enhydris diketahui tersebar luas mulai dari Pakistan dan Nepal di barat, India, Bangladesh, Burma, Laos, Vietnam, Kamboja, Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa, Borneo hingga Sulawesi di timur.


ULAR CECAK

Ular cecak atau sering pula disebut sebagai ular rumah adalah sejenis ular kecil dari suku Colubridae. Dinamai demikian karena ular ini kerap dijumpai di dalam rumah, di sekitar dapur atau almari, untuk memburu cecak yang menjadi kegemarannya. Nama ilmiahnya adalah Lycodon capucinus dan dalam bahasa Inggris dikenal sebagai common wolf-snake, merujuk pada gigi yang memanjang menyerupai taring serigala di bagian muka rahangnya (bahasa Gerika: lycos, serigala; don, gigi).

Pengenalan
Ular bertubuh kecil sampai sedang yang ramping dan gesit, panjang total maksimal mendekati 60 cm. David dan Vogel (1997) menyebutkan panjang maksimal sekitar 550 mm, dengan kisaran ukuran hewan dewasa umumnya antara 450–500 mm.
Punggung (dorsal) berwarna coklat atau coklat agak keunguan, dengan sebagian sisik bertepi putih membentuk pola belang (atau jala) samar-samar seperti bekas cat yang terhapus. Kepala berwarna coklat kurma, dengan warna putih atau keputih-putihan di bibir atas dan di tengkuk, kadang-kadang dengan sedikit warna kuning belerang. Perut (ventral) berwarna putih atau kekuningan.
Sisik-sisik dorsal dalam 17 deret di tengah badan dan 15 deret di dekat ekor. Sisik-sisik ventral 178–224 buah, sisik anal sepasang atau berbelah, sisik subkaudal (di bawah ekor) 57–80 pasang. Sisik-sisik supralabial (bibir atas) berjumlah 9 buah, no. 3–5 atau no. 4–5 menyentuh mata. Di atas bibir, di antara sisik postnasal (hidung) dan orbit (mata) terdapat dua buah sisik, yakni sisik loreal (pipi) dan preokular. Sisik loreal panjang dan bersentuhan dengan sisik internasal, preokular bersentuhan dengan perisai frontal.

Ekologi dan penyebaran
Ular cecak sering dijumpai memasuki rumah, dapur atau bangunan lainnya, tidak jarang pula didapati di lingkungan perkotaan. Ular yang aktif di malam hari (nokturnal) ini lebih banyak menjalar di atas tanah (terestrial), meski pandai pula memanjat pepohonan (arboreal), tebing dan dinding berbatu, hingga ke atap rumah. Pada siang hari, ular cecak lebih memilih tidur bergelung di tempat persembunyiannya di bawah tumpukan kayu, batu, rekahan tebing, atau di sudut-sudut rumah yang kelindungan. 
Seperti dicerminkan oleh namanya, mangsa kesukaannya adalah aneka jenis cecak; akan tetapi ia pun tidak menolak mangsa berupa kadal atau tikus kecil. Ular cecak menjadi dewasa ketika berumur sekitar dua tahun. Betinanya bertelur hingga sekitar 11 butir. Ular cecak menyebar luas mulai dari Burma di barat, Cina tenggara, hingga Hong Kong di sebelah timurnya. Ke selatan: Thailand, Vietnam, Laos, Kamboja, dan Semenanjung Malaya hinggaSingapura. Juga Kepulauan Andaman, Maladewa, Indonesia, Filipina, hingga ke Kepulauan Cook di Samudera Pasifik (Australia).
Di Indonesia ular ini tercatat dijumpai di Sumatra, Kalimantan, Jawa, Bali, Sumbawa, Sumba, Komodo, Flores, Lomblen, Alor, Sawu, Roti, Timor, Wetar, Babar, Kalao, Selayar, Buton, danSulawesi.

Catatan lain-lain
Ular cecak agresif dan lekas menggigit apabila terganggu atau baru ditangkap. Gigitannya lumayan menyakitkan, terutama karena adanya ‘taring’ di rahang atas maupun bawah. Walaupun demikian ular ini tidak berbisa, sehingga luka gigitannya hanya mengakibatkan rasa pedih dan sedikit berdarah.
Setelah dipelihara beberapa lama dan dibiasakan, ular cecak umumnya lekas menjadi jinak dan tidak mau menggigit. Ular ini cukup rakus, dan mampu menghabiskan 2–3 ekor cecak dalam sehari.
Ular cecak sebelumnya dianggap sebagai anak jenis dari ular rumah Lycodon aulicus (Linn. 1758), akan tetapi kini dipertimbangkan sebagai jenis yang tersendiri.[6] [1] (Gr. aulicus, penghuni rumah).


ULAR GADUNG

Ular gadung adalah sejenis ular berbisa lemah yang tidak berbahaya dari suku Colubridae. Secara umum, di wilayah Indonesia barat ular ini disebut dengan nama ular pucuk. Nama-nama daerahnya di antaranya oray pucuk (Sd.), ula gadung (Jw.), dan lain-lain. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Oriental whip-snake.
Disebut ular gadung karena ular ini sepintas menyerupai pucuk tanaman gadung (Dioscorea hispida) yang hijau lampai.

Pemerian
Ular berwarna hijau, panjang dan amat ramping. Terkadang ada pula yang berwarna coklat kekuningan atau krem atau keputihan, terutama pada hewan muda. Panjang tubuh keseluruhan mencapai 2 m, meski kebanyakan sekitar 1,5 m atau lebih; lebih dari sepertiganya adalah ekornya yang kurus seperti cambuk.
Kepala panjang meruncing di moncong, jelas lebih besar daripada leher yang kurus bulat seperti ranting hijau. Mata besar, kuning, dengan celah mata (pupil) mendatar. Panjang moncong sekurangnya dua kali panjang mata. Pipi dengan lekukan serupa saluran horizontal ke arah hidung, memungkinkan mata melihat dengan pandangan stereoskopik dan memperkirakan lokasi mangsa dengan lebih tepat.
Sisi atas tubuh (dorsal) hijau terang atau hijau agak muda, merata hingga ke ekor yang biasanya sedikit lebih gelap. Terkadang, bila merasa terusik, ular pucuk atau biasa disebut ular gadung pari (nama lain di jawa tengah)akan melebarkan, memipihkan dan melipat lehernya serupa huruf S, sehingga muncul warna peringatan berupa belang-belang putih dan hitam pada kulit di bawah sisiknya. Sisi bawah tubuh (ventral) hijau pucat keputihan, dengan garis tipis kuning keputihan di sepanjang tepi bawah tubuh (ventrolateral).
Perisai (sisik-sisik besar) di bibir atas (supralabial) 8-9 buah, yang nomor 4 sampai 6 menyentuh mata. Sisik-sisik dorsal dalam 15 deret, 13 deret di dekat ekor. Sisik-sisik ventral 189-241 buah; sisik anal berbelah, jarang tunggal; sisik-sisik subkaudal 169-183 buah (Tweedie 1983: 154-207 buah).

Kebiasaan
Ular yang sering terlihat atau didapati di pekarangan, kebun, semak belukar dan hutan. Senang berada di tajuk pepohonan dan semak, ular gadung tidak jarang terlihat menjalar di atas tanah, rerumputan, atau bahkan menyeberangi jalan. Terkadang ular ini terlihat menjulurkan kepalanya di antara dedaunan, dan sesekali bergoyang seolah sulur-suluran tertiup angin.
Ular gadung aktif di siang hari (diurnal), memburu aneka hewan yang menjadi mangsanya; seperti kodok, cecak dan bunglon, serta aneka jenis kadal. Bahkan juga burung kecil dan mamalia kecil.
Seperti banyak jenis ular pohon, ular gadung bersifat ovovivipar. Telurnya menetas di dalam rahim dan keluar sebagai anak sepanjang kurang-lebih 20 cm. Sekali beranak jumlahnya mencapai 9 ekor.
Di Sumatra, ular ini ditemui mulai dari dekat pantai hingga ketinggian 1300 m dpl.

Sub spesis
Ada empat anak jenis (subspesies) dari Ahaetulla prasina, yakni:

·         A.p. prasina (Boie, 1827). Menyebar luas mulai dari India di barat, Bangladesh, ke timur hingga Tiongkok (Hong Kong), ke selatan melewati Burma, Indochina, Thailand, Semenanjung Malaya, dan Singapore. Di Indonesia menyebar di pulau-pulau Sumatra (termasuk Simeulue, Nias, Mentawai, Riau, Bangka dan Belitung), Borneo (termasuk Natuna dan Sebuku), Sulawesi (termasuk Buton, Kepulauan Sula dan Sangihe), Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, dan Ternate.
·         A.p. preocularis (Taylor, 1922), menyebar di Filipina, termasuk di Luzon, Panay dan kepulauan Sulu.
·         A.p. suluensis (Gaulke, 1994), menyebar di kepulauan Sulu, Filipina.
·         A.p. medioxima Lazell, 2002.


Daya bisa
Ular gadung termasuk mudah ditangkap dan mudah dijinakkan. Ketika baru tertangkap, biasanya ular ini lebih agresif dan mudah terprovokasi. Memipihkan lehernya dan menampakkan warna-warna peringatannya, ular gadung akan mencoba menggigit penangkapnya. Namun dengan penanganan yang lemah lembut dan hati-hati, umumnya ular gadung dapat segera ditenangkan.
Bisa ular ini termasuk kategori menengah, dan dapat membunuh seekor burung pipit dalam waktu beberapa menit saja. Akan tetapi sejauh ini diketahui tidak membahayakan manusia. Dampak gigitan bervariasi mulai dari luka gigitan kecil yang sedikit pedih, atau agak gatal, sampai ke pembengkakan ringan disertai sedikit rasa pegal. Secara tradisional, luka ini biasanya diolesi madu, atau diberi antiseptik seperti larutan yodium untuk mencegah infeksi.


ULAR TAMBANG

Ular tambang (Dendrelaphis pictus) adalah sejenis ular kecil dari suku Colubridae. Secara umum, ular ini juga disebut dengan nama ular tali, ular tampar atau ular tlampar (tampar atau tlampar Jw., tali). Di daerah Toraja ular ini dinamai duwata atau ule lewora.[1] Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Gmelin’s Bronzeback atau Painted Bronzeback, merujuk pada warna-warnanya yang cemerlang (pictus, painted, = seperti lukisan).
Ular tambang menyebar luas mulai dari India sampai ke Asia Tenggara, termasuk Kepulauan Nusantara ke timur hingga sejauh Maluku.

Pengenalan
Ular yang kurus ramping, panjang hingga sekitar 1,5 m; meskipun pada umumnya kurang dari itu. Ekornya panjang, mencapai sepertiga dari panjang tubuh keseluruhan. 
Coklat zaitun seperti logam perunggu di bagian punggung. Pada masing-masing sisi tubuh bagian bawah terdapat pita tipis kuning terang keputihan, dipisahkan dari sisik ventral (perut) yang sewarna oleh sebuah garis hitam tipis memanjang hingga ke ekor. Kepala kecoklatan perunggu di sebelah atas, dan kuning terang di bibir dan dagu; diantarai oleh coret hitam mulai dari pipi yang melintasi mata dan melebar di pelipis belakang, kemudian terpecah menjadi noktah-noktah besar dan mengabur di leher bagian belakang. Terdapat warna-warna peringatan berupa bintik-bintik hijau terang kebiruan di bagian leher hingga tubuh bagian muka, yang biasanya tersembunyi di bawah sisik-sisik hitam atau perunggu dan baru nampak jelas apabila si ular merasa terancam. Sisik-sisik ventral putih kekuningan atau kehijauan. 

Sisik-sisik dorsal dalam 15 deret di bagian tengah tubuh; sisik-sisik vertebral membesar, namun tak lebih besar dari deret sisik dorsal yang pertama (terbawah). Perisai labial 9 buah (jarang 8 atau 10), yang no 5 dan 6 (kadang-kadang juga yang no 4) menyentuh mata. Sisik-sisik ventral 167–200 buah, sisik anal sepasang, sisik-sisik subkaudal (bawah ekor) 127–164 buah. 
Mata besar, diameternya sama panjang dengan jaraknya ke lubang hidung. Anak mata bulat hitam; perisai preokular sebuah dan postokular dua buah. Perisai rostral lebar, terlihat dari sebelah atas; perisai internasal sama panjang atau sedikit lebih pendek dari perisai prefrontal; perisai frontal sama panjang dengan jaraknya ke ujung moncong, namun lebih pendek dari perisai parietal; perisai loreal panjang. Perisai temporal bersusun 2 + 2, 1 + 1 atau 1 + 2. Lidahnya berwarna merah.

Kebiasaan
Ular yang hidup di pohon, namun sering pula turun ke tanah untuk memangsa katak atau kadal yang menjadi menu utamanya. Tidak jarang terlihat bergelung di semak-semak atau menjalar di antara rumput-rumput yang tinggi.
Ular tambang menghuni hutan-hutan di dataran rendah dan pegunungan hingga ketinggian lebih dari 1350 m. Teristimewa ular ini menyukai daerah-daerah terbuka, tepian hutan, kebun, wanatani campuran, belukar dan tepi sawah.Sering pula ditemukan merambat di pagar tanaman di pekarangan, dan dengan gesit dan tangkas bergerak di sela-sela daun dan ranting untuk menghindari manusia.

Sub Spesis
Dendrelaphis pictus memiliki beberapa anak jenis. Di antaranya:

·         D. p. pictus yang menyebar luas mulai dari India, Nepal, Bangladesh, Burma, Cina selatan (Hong Kong, Hainan), Vietnam, Thailand, Kamboja, Laos, Semenanjung Malaya, Singapura, Kep. Filipina, dan Indonesia (Sumatra, Kalimantan, Jawa, Bali, Lombok, Sulawesi, Maluku, dan pulau-pulau di sekitarnya).
·         D. p. andamanensis; menyebar terbatas (?) di Kep. Andaman, India.
·         D. p. intermedius; menyebar terbatas (endemik) di Sumbawa, Komodo (pulau), Padar, Rinca, dan Flores
·         D. p. inornatus; menyebar terbatas di Sumba, Rote, Sawu, Timor, Alor, dan Wetar
·         Beberapa peneliti menganggap bahwa anak jenis intermedius adalah sinonim dari inornatus.


ULAR BIRANG

Ular birang (Oligodon octolineatus) adalah sejenis ular yang bertubuh kecil, anggota suku Colubridae. Ular ini juga dikenal sebagai ular pitar atau dalam bahasa Inggris, Striped Kukri Snake.

Identifikasi
Ular birang adalah sejenis ular yang cantik. Warnanya kecoklatan dengan 3-4 pasang garis atau pita hitam memanjang, yang paling atas paling tebal (octolineatus berarti: dengan delapan garis). Pita jingga atau merah terang metalik berjalan tepat di atas tulang punggungnya (vertebrae) hingga ke ekor, yang merupakan ciri khas ular ini]. Demikian pula pola coreng simetris kehitaman di atas kepalanya, yang menjadi pertanda kebanyakan marga Oligodon.
Sisi bawah tubuh putih di sebelah depan (anterior) dan kemerahan sampai merah jambu di bawah ekor. Panjang tubuh hingga sekitar 70 cm
Sisik dorsal (punggung) tersusun dalam 17 deret. Sisik ventral (perut) berjumlah 155-197, sisik anal tunggal, dan sisik subkaudal antara 43-61 pasang. Sisik bibir atas (supralabial) 6 pasang, yang ke-3 dan ke-4 menyentuh mata. 
Dinamai juga ular kukri dalam bahasa Inggris, berdasarkan bentuk taringnya yang terletak di mulut bagian belakang. Kukri adalah pisau khas yang biasa digunakan tentara Gurkha.

Kebiasaan dan penyebaran
Kerap kali ditemui di dataran rendah, ular birang diketahui hidup hingga ketinggian 1.000 m dpl. Habitatnya meliputi hutan, kebun atau taman, kebanyakan ular kecil ini aktif di malam hari (nokturnal). Di wilayah sebarannya, ular ini sering terlihat menyeberangi jalan aspal yang hangat di malam hari.
Ular ini memangsa kecebong, kodok, kadal, dan juga ular lain; serta telur-telur burung, kadal dan kodok. Ular birang bertelur hingga 4-5 butir sekali.
Ular birang termasuk jinak, tidak suka menggigit jika ditangkap atau dipegang dengan hati-hati. Bila merasa terganggu, ia mengeluarkan semacam bau tidak enak dari pangkal ekornya. Terkadang untuk menghindari gangguan, ular ini menyembunyikan kepalanya di bawah badannya yang bergelung dan memperlihatkan sisi bawah ekornya yang kemerahan.
Ular birang menyebar di Semenanjung Malaya, Singapura, Sumatra, Nias, Bangka, Belitung, Kepulauan Riau, Jawa, Sulawesi, Kalimantan[2] (termasuk Sarawak, Sabah, Brunei), dan jugaSulu


ULAR TIKUS / ULAR JALI

Ular jali adalah sejenis ular pemakan tikus yang rakus, karena itu kerap disebut pula sebagai ular tikus. Namanya dalam bahasa lain adalah oray lingas (Sd.), ula jali, ula koros atau ula kayu (Jw.), dan Indo-Chinese rat snake (Ingg.). Nama ilmiahnya adalah Ptyas korros (Schlegel, 1837).
Selain ular jali, ada beberapa jenis lain yang juga dijuluki 'ular tikus'. Di antaranya adalah ular babi (Elaphe flavolineata), ular sapi (Elaphe radiata) dan ular hijau ekor coklat (Gonyosoma oxycephalum). Kesemuanya adalah pemburu tikus yang efektif di sawah-sawah, pekarangan rumah, bahkan sering hingga masuk ke atap rumah.
Ular jali menyebar luas mulai dari India, Bangladesh, Tiongkok (termasuk Hainan dan Hong Kong), Taiwan, Myanmar, Laos, Kamboja, Vietnam, Thailand, Semenanjung Malaya, Singapura, Sumatra, Jawa dan Bali; serta Borneo.

Deskripsi tubuh
Ular jali bertubuh cukup besar, hingga 2 meter panjangnya. Sisi atas tubuh (dorsal) berwarna coklat muda kekuningan hingga abu-abu kehitaman. Bagian sebelah depan (anterior) biasanya berwarna lebih terang dari ekornya yang kehitaman. Sisik-sisik di atas ekor bertepi hitam, sehingga terkesan bergaris-garis seperti memakai stocking hitam.
Sisi bawah tubuh (ventral) berwarna kekuningan sampai kuning terang. Matanya berukuran besar. Kerabatnya yang mirip adalah Ptyas mucosus; dibedakan dengan adanya loreng-loreng hitam di bibirnya dan di tubuh bagian belakang. P. mucosus umumnya juga bertubuh lebih besar, hingga lebih dari 3 m panjangnya.


ULAR SERASAH

Ular serasah adalah sejenis ular yang tidak berbisa. Nama ilmiahnya adalah Sibynophis geminatus (Boie, 1826). Namanya dalam bahasa Inggris adalah collared snake atau striped litter snake. Panjang tubuh keseluruhan umumnya sekitar 50cm, namun ada pula yang melebihi 60cm. Kepala dan badan hampir tidak berbeda, sehingga bentuknya mirip pensil panjang atau tombak kecil (sybin = tombak, ophis = ular).

Identifikasi
Ciri utamanya terletak pada kalung tebal berwarna kuning jingga di tengkuk, dengan sepasang pita kuning agak jingga kecoklatan yang membujur di punggungnya (geminatus = berpasangan). Warna punggung selebihnya coklat tua kemerahan, dengan garis hitam halus putus-putus di antara warna coklat dengan pita kuning. Kepala coklat muda, dengan bibir atas berwarna putih menyolok.
Sisi bawah tubuh (ventral) kuning di bawah leher, kuning muda sampai putih kehijauan di sebelah belakang; dengan bercak-bercak hitam beraturan di batas lateral. Iris mata berwarna kekuningan.
Bagi yang tidak mengenalnya, ular ini kerap dikelirukan dengan ular cabai (Maticora intestinalis) yang berbisa, yang hampir sama besarnya. Padahal ular serasah selain tidak berbisa juga jinak, tidak mau menggigit.
Sisik dorsal (punggung) tersusun dalam 17 deret. Sisik ventral berjumlah 144-180, sisik anal berbelah, dan sisik subkaudal antara 73-96 pasang. Sisik bibir atas (supralabial) 8 pasang, yang ke-3 sampai ke-5 menyentuh mata. (Stuebing and Inger, 1999).

Kebiasaan dan Penyebaran
Seperti namanya, ular ini kerap menyusup-nyusup serasah atau rerumputan sehingga jarang teramati. Tempat yang disukainya adalah wilayah berpohon-pohon atau berumpun bambu tidak jauh dari aliran sungai. Namun di Darmaga, Bogor, ular ini didapati pula di sekitar gedung kampus dan di lingkungan perumahan.
Tidak banyak yang diketahui mengenai kebiasaan ular ini selain bahwa ia aktif di siang hari (diurnal). David dan Vogel (1996) menyebutkan bahwa nampaknya ular ini terutama memangsa jenis-jenis kadal.
Ular ini tercatat ditemukan di Sumatra, Jawa, Bali, Lombok, Sarawak dan Sabah; kemungkinan terdapat pula di bagian lain pulau Kalimantan.

Jenis Yang Berkerabat
Ular serasah kepala hitam (Sibynophis melanocephalus) memiliki sepasang pita di sepanjang tubuhnya, yang putus-putus oleh belang-belang gelap atau dengan bintik-bintik besar berwarna gelap. Kepala dihiasi dengan bintik-bintik terang, dan tidak memiliki kalung berwarna terang di tengkuknya.


Kebiasaan hidup dan konservasi
Ular jali kerap ditemui di sawah-sawah, kebun dan pekarangan, dan terutama dekat tepi sungai. Mangsa utamanya adalah hewan pengerat, terutama tikus. Namun iapun tidak menolak mangsa yang lain semisal kadal dan kodok. Ular jali aktif di pagi hingga sore hari, berkeliaran mencari mangsa di atas tanah. Ia juga pandai memanjat pohon dan semak, walaupun jarang memanjat hingga tinggi.
Karena berbisa lemah, ular ini sebetulnya tidak suka menggigit dan mudah dijinakkan sehingga cocok dijadikan hewan timangan (pet animal). Para petani yang mengenalinya biasanya melarang anak-anaknya mengganggu ular ini, dan membiarkannya berkeliaran di sekitar rumah. Ular jali termasuk pemburu tikus yang efektif.
Kini ular jali termasuk salah satu jenis ular yang banyak diburu untuk diambil kulitnya yang berharga. Ribuan ekor ular ini setiap bulannya ditangkapi dan diekspor kulitnya. Kadang-kadang bahkan ular ini dikirim hidup-hidup. Menghilangnya ular jali dan beberapa jenis ular pemakan tikus lainnya dari persawahan dan pekarangan, dipercaya meningkatkan populasi tikus yang menjadi hama sawah. Karena itu, semenjak beberapa tahun silam, di Yogyakarta berlangsung gerakan melepaskan ular ke sawah. Aksi yang dilakukan petani ini (terutama di Kabupaten Sleman) diharapkan dapat mengendalikan populasi tikus di desanya.


ULAR PICUNG

Ular picung adalah sejenis ular dari suku Colubridae. Nama ini berasal dari panggilannya dalam bahasa Sunda, oray picung, merujuk pada warna merah di tengkuknya yang mengingatkan orang pada warna buah picung (Pangium edule). Dalam bahasa Jawa ular ini dikenal sebagai wedudak srengéngé (ular beludak matahari) karena warna tengkuknya itu menyerupai cahaya matahari di pagi hari. Karena itu pula, dalam bahasa Inggris dinamai Red-necked Keelback. Sementara nama ilmiahnya adalah Rhabdophis subminiatus (Schlegel, 1837).

Pemerian
Ular yang bertubuh kecil ramping. Panjang tubuh maksimal mencapai 130 cm pada ras-ras utara, namun ras Sumatra hanya mencapai panjang 80 cm dan umumnya sekitar 60 cm saja (David and Vogel, 1996).
Kepala hewan dewasa berwarna hijau batu (hijau zaitun gelap) di sisi atas, dengan warna kuning dan merah terang di belakangnya sampai ke tengkuk. Bibir berwarna kuning atau kekuningan, dengan coret hitam serupa koma di bawah mata (pada sisik labial no 5 dan 6), dan mungkin pula terdapat beberapa bintik hitam pada sisik-sisik labial di mukanya. Pada hewan muda, terdapat sebuah pola hitam di belakang kepala di depan warna kuning di atas leher.
Dorsal (sisi atas tubuh) kecoklatan atau coklat zaitun, merata atau dengan pola-pola hitam dan kuning muda serupa jala. Sisi ventral (bawah tubuh) berwarna kekuningan, dengan bintik-bintik hitam pada tepi sisik ventral.

Sisik-sisik dorsal dalam 19 deret, semua berlunas kuat kecuali satu deret terbawah. Sisik-sisik ventral 132-175 buah, sisik anal (penutup anus) berpasangan, sisik-sisik subkaudal (di bawah ekor) 65-87 pasang.
Perisai labial (bibir) atas berjumlah 8 buah, yang ke-3 hingga ke-5 menyentuh mata. Dua buah sisik anterior temporal terdapat di masing-masing sisi kepala. Lubang hidung mengarah ke samping.

Ekologi dan Penyebaran
Ular picung merupakan ular daratan yang hidup tidak jauh dari perairan. Ia menghuni hutan-hutan hujan dataran rendah hingga hutan pegunungan bawah sampai ketinggian sekitar 1200 m dpl., namun paling sering ditemukan di hutan sekunder, belukar serta lingkungan pertanian dan pemukiman di sekitarnya. Ular picung terutama menyukai lingkungan dekat sungai, saliran, rawa, sawah dan kolam, di mana ular ini dapat berenang dengan baik.
Ular ini juga sering didapati di antara rerumputan atau herba tepi air yang lebat, memburu kodok, berudu dan ikan kecil-kecil. Di Jawa, ular ini kerap ditemui menjalar di pekarangan dan dihalaman rumah di pedesaan.
Ular picung bertelur hingga 14 butir.
Ular picung menyebar luas mulai dari India (Assam ?, Sikkim; Arunachal Pradesh), Nepal, Bhutan, Bangladesh, China (Yunnan, Guangxi, Guangdong, Fujian, Hong Kong, Hainan), Burma, Vietnam, Laos, Kamboja, Thailand, Semenanjung Malaya dan Indonesia (Sumatra, Jawa, Sulawesi ?). Stuebing and Inger (1999) tidak mencantumkannya dalam daftar ular Borneo, demikian pula David and Vogel (1996).

Ras
R.s. subminiatus (ras selatan) menyebar di Burma, China (Hainan saja), Vietnam, Kamboja, Thailand, Malaysia, Singapura, Sumatra, Jawa dan Kalimantan.
R.s. helleri (ras utara) menyebar di India, Nepal, China, Hong Kong, Bangladesh, Burma, Laos, Thailand dan Vietnam utara.
Lokasi tipe: “Java”

Ular yang berbahaya
Ular picung umumnya dikenal sebagai ular yang tak berbahaya, atau berbisa lemah. Sebagaimana umumnya anggota suku Colubridae, taring ular ini terletak di rahang atas bagian belakang dan berukuran kecil saja. Oleh karena warnanya yang cemerlang, ular ini kerap dipelihara orang dan dijadikan hewan timangan (pet).
Meskipun mudah jinak, ular ini sukar diperkirakan sifatnya dan tiba-tiba saja dapat menggigit pemeliharanya tanpa tanda-tanda khusus. Kebanyakan gigitan ular ini agaknya tidak menimbulkan gejala-gejala keracunan. Namun demikian ada kasus-kasus tertentu di mana terjadi kehilangan total terhadap system pembekuan darah oleh karena bisa ular ini.
Bisa ular picung menimbulkan efek yang dapat membahayakan jiwa korban, yakni berupa menurunnya kemampuan pembekuan darah sehingga terjadi pendarahan pada organ-organ dalam tubuh. Beberapa korban memerlukan perawatan serius di rumah sakit untuk memulihkan sistem peredaran darahnya yang terganggu oleh bisa (Seow dkk., 2000).
Diyakini bahwa kasus semacam ini cukup banyak terjadi dan sudah tercatat dengan baik di berberapa negara termasuk Singapura dan A.S. Oleh sebab itu, beberapa kalangan menganjurkan agar ular ini dikategorikan sebagai ular yang berbahaya atau yang harus ditangani secara amat hati-hati.


ULAR KISIK

Ular kisik adalah sejenis ular dari suku Colubridae. Dalam bahasa Jawa ular ini dikenal sebagai ula lare-angon (ular anak gembala) karena ular yang jinak ini biasa menjadi permainan anak-anak gembala di Jawa Tengah. Namanya dalam bahasa Inggris adalah striped keelback, merujuk pada garis-garis memanjang dan bentuk sisik-sisik punggungnya yang berlunas (keeled). Nama ilmiahnya adalah Xenochrophis vittatus (Linnaeus, 1758).

Pemerian
Ular kisik umumnya bertubuh kecil ramping. Panjang tubuh maksimal mencapai 70 cm, namun umumnya hanya sekitar 50 cm. Ekornya sekitar seperempat dari seluruh panjang tubuhnya.
Kepala berwarna hitam di bagian atas, dengan coret-coret putih yang berpola simetris. Moncong agak kemerahan seperti warna daging. Dorsal (sisi atas tubuh) dengan sepasang pita coklat kuning keemasan di atas warna hitam. Di bagian muka (anterior) masing-masing pita ini terbagi lagi oleh garis hitam tipis. Sisi ventral (bawah tubuh) berwarna putih, dengan garis-garis hitam pada tepi sisik ventral yang memberikan kesan warna lorek.
Sisik-sisik dorsal dalam 19 (19-19-17) deret, berlunas kecuali satu-dua deret terbawah. Sisik-sisik ventral sekitar 149 buah, sisik anal (penutup anus) berpasangan, sisik-sisik subkaudal (di bawah ekor) 80 pasang.
Perisai labial (bibir) atas berjumlah 9 buah, yang ke-4 hingga ke-6 menyentuh mata, putih dengan tepi belakang berwarna hitam. Labial bawah 10, no 4-7 membesar. Sebuah sisik anterior temporal terdapat di masing-masing sisi kepala. Lubang hidung mengarah ke samping.

Ekologi dan Penyebaran
Ular kisik merupakan ular darat yang hidup tidak jauh dari perairan. Ia menghuni hutan-hutan hujan dataran rendah hingga hutan pegunungan bawah sampai ketinggian sekitar 1200 m dpl., serta lingkungan pertanian dan pemukiman di sekitarnya. Ular kisik terutama menyukai lingkungan dekat sungai, saliran, rawa, sawah dan kolam, di mana ular ini dapat berenang dengan baik.
Ia sering didapati menyelusup di antara rerumputan atau herba tepi air yang lebat, memburu kodok, berudu dan ikan kecil-kecil. Tidak jarang, pada saat matahari terbit ular ini telah terlihat menjalar di antara tanaman padi di sawah. Ular kisik juga kerap berkeliaran di pekarangan dan halaman rumah, terutama dekat genangan air.
Ular ini tidak seberapa takut dengan manusia. Anak-anak di pedesaan di Banyumas sering menangkapnya untuk dijadikan permainan karena ular ini tidak menggigit. Hanya saja, apabila merasa terganggu, ular kisik mengeluarkan bau tidak enak yang keras dari kelenjar di dekat anusnya. Apabila terjadi demikian, biasanya ular ini segera dilepaskan kembali oleh anak-anak tersebut.
Ular kisik terbatas menyebar di Sumatra, termasuk beberapa pulau di sekitarnya seperti Pulau We dan Bangka dan Jawa. Diintroduksi ke Singapura.
Ular kisik bertelur hingga delapan butir.


ULAR ANANG

Ular anang atau lanang (Ophiophagus hannah) adalah ular berbisa terpanjang di dunia dengan panjang tubuh keseluruhan mencapai sekitar 5,7 m.Akan tetapi panjang hewan dewasa pada umumnya hanya sekitar 3 – 4,5 m saja. Ular ini ditakuti orang karena bisanya yang mematikan dan sifat-sifatnya yang terkenal agresif, meskipun banyak catatan yang menunjukkan perilaku yang sebaliknya.
Ular anang juga dikenal dengan beberapa nama lokal seperti oray totog (Sd.), ular tedung abu, tedung selor (Kal.) dan lain-lain. Dalam bahasa Inggris disebut king cobra (raja kobra) atau hamadryad.


Pengenalan

Ular yang bertubuh panjang dan ramping. Sebuah laporan dari Singapura mencatat seekor ular anang sepanjang hampir 4,8 m memiliki berat tubuh hingga 12 kg. Ular jantan cenderung lebih panjang dan besar jika dibandingkan dengan yang betina.Coklat kekuningan, coklat zaitun, sampai keabu-abuan di bagian atas (dorsal) tubuh, dengan bagian kepala yang cenderung berwarna lebih terang. Sisik-sisik bertepi gelap atau kehitaman, nampak jelas di bagian kepala. Sisik-sisik bawah tubuh (ventral) berwarna keabu-abuan atau kecoklatan, kecuali dada dan leher berwarna kuning cerah atau krem dengan pola belang hitam tak teratur, yang nampak jelas apabila ular ini mengangkat dan membentangkan lehernya. Ular yang masih kecil berwarna lebih gelap atau kehitaman, dengan bintik-bintik putih atau kuning yang membentuk belang (garis) melintang, belang ini masih nampak samar-samar pada sebagian individu dewasa. Anak ular ini berkepala hitam dengan empat garis putih melintang di atasnya.
Kepalanya besar dengan moncong yang relatif pendek dan tumpul. Di belakang perisai parietal (ubun-ubun), yang pada ular lain biasanya berupa sisik-sisik kecil, pada ular anang ditempati oleh sepasang perisai oksipital yang besar. Perisai labial (bibir) atas 7 buah, no-3 dan -4 menyentuh mata. Pupil mata bundar dan besar. Sisik-sisik dorsal (punggung) dalam 15 deret di tengah badan. Sisik-sisik ventral (perut) 215–262 buah, sisik anal tunggal, sisik-sisik subkaudal (bawah ekor) 80–120 buah; yang sebelah depan tunggal dan di bagian belakang berpasangan.

Jenis yang serupa
Ular-sapi besar (Zaocys carinatus) memiliki bentuk tubuh dan warna yang mirip ular anang. Di lapangan, kedua macam ular ini mudah terkelirukan, kecuali apabila ular anang tengah menegakkan lehernya.

Penyebaran, habitat dan kebiasaan
Ular anang menyebar mulai dari India di barat, Bhutan, Bangladesh, Burma, Kamboja, Cina selatan, Laos, Thailand, Vietnam, Semenanjung Malaya, Kepulauan Andaman, Indonesia dan Filipina. Di Indonesia ular ini ditemukan di Sumatra, Kep. Mentawai, Kep. Riau, Bangka, Borneo, Jawa, Bali, dan Sulawesi.
Ular anang didapati mulai dari dekat pantai hingga ketinggian sekurang-kurangnya 1.800 m dpl. Ular ini menghuni aneka habitat, mulai dari hutan dataran rendah, rawa-rawa, wilayah semak belukar, hutan pegunungan, lahan pertanian, ladang tua, perkebunan, persawahan, dan lingkungan pemukiman. Ular yang lincah dan gesit ini biasa bersembunyi di bawah lindungan semak yang padat, lubang-lubang di akar atau batang pohon, lubang tanah, di bawah tumpukan batu, atau di rekahan karang.

Mangsa
Sebagaimana namanya (Ophiophagus berarti pemakan ular), mangsa utamanya adalah jenis-jenis ular yang berukuran relatif besar, seperti sanca (Python) atau ular tikus (Ptyas). Juga memangsa ular-ular yang berbisa lainnya dan kadal berukuran besar seperti halnya biawak. Ular anang yang dikurung mau juga memakan daging atau tikus mati yang ditaruh di kandang ular atau digosokkan ke tubuh ular agar berbau seperti ular.Setelah menelan mangsa yang besar, ular anang dapat hidup beberapa bulan lamanya tanpa makan lagi. Ini dikarenakan lajumetabolismenya berlangsung lambat.
Ular anang berburu dengan mengandalkan penglihatan dan penciumannya. Sebagaimana ular-ular pada umumnya, ular anang membaui udara dengan menggunakan lidahnya yang bercabang, yang menangkap partikel-partikel bau di udara dan membawanya ke reseptor khusus di langit-langit mulutnya. Reseptor yang sensitif terhadap bau ini disebut organ Jacobson.Jika tercium bau mangsanya, ular ini akan menggetarkan lidahnya dan menariknya keluar masuk untuk memperkirakan arah dan letak mangsanya itu. Matanya yang tajam (ular anang dapat melihat mangsanya dari jarak sejauh 100 m), indera perasa getaran di tubuhnya yang melata di tanah, dan naluri serta kecerdasannya sangat membantu untuk menemukan mangsanya.Ular ini dapat bergerak cepat di atas tanah dan memanjat pohon dengan sama baiknya. Mangsanya, jika perlu, dikejarnya hingga di atas pohon.
Ular anang berburu baik pada siang maupun malam, akan tetapi jarang terlihat aktif di malam hari. Kebanyakan herpetologis menganggapnya sebagai hewan diurnal. Sebagaimana ular kobrayang lain, apabila merasa terancam dan tersudut ular anang akan menegakkan lehernya serta mengembangkan tulang rusuknya sehingga kurang lebih sepertiga bagian muka tubuhnya berdiri tegak dan memipih serupa spatula. Sekaligus, posisi ini akan menampakkan warna kuning dan coret hitam di dadanya, sebagai peringatan bagi musuhnya. Melihat postur tubuhnya ini dan gerakannya yang gesit tangkas, orang umumnya merasa takut dan menganggapnya sebagai ular yang agresif serta berbahaya, yang dapat menyerang setiap saat. Pandangan ini, menurut para herpetolog, terlalu dilebih-lebihkan dan hanya benar sebagian. 
Kebanyakan ular anang, seperti umumnya hewan, takut terhadap manusia dan berusaha menghindarinya. Ular ini juga tidak seketika menyerang manusia yang ditemuinya, tanpa ada provokasi sebelumnya. Kenyataan bahwa ular ini cukup banyak yang ditemui di sekitar permukiman manusia, sementara jarang orang yang tergigit olehnya, menunjukkan bahwa ular anang tak seagresif seperti yang disangka. Walaupun demikian, kewaspadaan tinggi tetap diperlukan apabila menghadapi ular ini. Ular anang dikenal sebagai ular yang amat berbisa, yang gigitannya dapat membunuh manusia. Seperti juga ular-ular lainnya, temperamen ular ini sukar diduga. Beberapa individunya bisa jadi lebih agresif daripada yang lainnya.[Demikian pula, pada masa-masa tertentu seperti pada saat menjaga telur-telurnya, ular ini dapat berubah menjadi lebih sensitif dan agresif. Telah dilaporkan adanya serangan-serangan ular anang terhadap orang yang melintas terlalu dekat ke sarangnya.

Perbiakan
Ular anang bertelur sekitar 20–50 butir, yang diletakkannya di dalam sebuah sarang penetasan terbuat dari timbunan serasah dedaunan. Sarang ini terdiri dari dua ruangan, di mana ruang yang bawah digunakan untuk meletakkan telur dan ruang yang atas dihuni oleh induk betina yang menjaga telur-telur itu hingga menetas. Di India, ular ini bertelur sekitar bulan April hingga Juli. Telur-telurnya berukuran sekitar 59 x 34 mm, yang sedikit bertambah besar dan berat selama masa inkubasi. Telur-telur ini menetas setelah 71–80 hari, dan anak-anak ular yang keluar memiliki panjang tubuh antara 50–52 cm

Bisa ular anang
Bisa ular anang terutama tersusun dari protein dan polipeptida, yang dihasilkan dari kelenjar ludah yang telah berubah fungsi, yang terletak di belakang mata. Tatkala menggigit mangsanya, bisa ini tersalur melalui taring sepanjang sekitar 8–10 mm yang menancap di daging mangsanya. Meskipun racun ini dianggap tak sekuat bisa beberapa ular yang lain, ular anang sanggup mengeluarkan jumlah bisa yang jauh lebih besar dari ular-ular lainnya. Percobaan di laboratorium menunjukkan bahwa satu kali gigitan ular ini dapat mengeluarkan sejumlah bisa yang cukup untuk membunuh 10 orang. Beruntunglah bahwa kebanyakan gigitan ular ini pada manusia hanya memasukkan bisa dalam jumlah yang tidak fatal. 
Bisa ular ini bersifat neurotoksin, yakni menyerang sistem saraf korbannya, serta dengan cepat menimbulkan rasa sakit yang amat sangat, pandangan yang mengabur, vertigo, dan kelumpuhan otot. Pada saat-saat berikutnya, korban akan mengalami kegagalan sistem kardiovaskular, dan selanjutnya kematian dapat timbul akibat kelumpuhan sistem pernapasan. Apabila bisa telah masuk dalam jumlah yang cukup, kematian hanya dapat dicegah dengan penanganan serta pemberian antivenin (antibisa) yang tepat dan cepat.

Ular anang dan manusia
Meskipun ular anang memiliki bisa yang mematikan dan kehadirannya ditakuti banyak orang, ia sebenarnya adalah hewan pemalu yang sedapat-dapatnya menghindari pertemuan dengan manusia.
Di wilayah sebarannya, masih ada beberapa jenis ular berbisa lainnya yang gigitannya lebih fatal dan lebih banyak memakan korban, di antaranya adalah ular kobra kaca-tunggal (Naja kaouthia), bandotan puspa (Vipera russelli), dan ular welang (Bungarus fasciatus)
Di Burma, ular anang kerap digunakan dalam pertunjukan pawang ular perempuan. Wanita pawang ular itu biasanya memiliki tato yang dibuat menggunakan tinta bercampur bisa ular, yang diyakini akan melindungi dirinya dari ularnya itu. Di akhir pertunjukannya, secepat kilat si pawang akan mencium ubun-ubun ular berbisa yang tengah menegakkan leher dan tudungnya ini.
Kini populasi ular anang di banyak tempat telah terganggu oleh kerusakan habitatnya, terutama oleh hilangnya hutan-hutan yang biasa dihuninya. Meskipun ular ini oleh IUCN belum dimasukkan ke dalam hewan yang terancam kepunahan, CITES telah memandang perlu untuk mengawasi perdagangannya dan memasukkannya ke dalam Apendiks II.


ULAR WELANG

Welang (Bungarus fasciatus) adalah nama sejenis ular berbisa anggota suku Elapidae. Umum biasa menyebutnya sebagai ular belang (Ind.) atau oray belang (Sd.), nama yang sedikit banyak menyesatkan karena digunakan pula untuk menyebut ular lain yang serupa dan berkerabat dekat: ular weling (Bungarus candidus).
Kedua ular ini memang mirip bentuk dan warnanya. Nama welang dan weling (dari bahasa Jawa) menunjuk kepada pola belang hitam-putih (atau hitam-kuning) yang berlainan. Pada ular welang, belang hitamnya utuh berupa cincin dari punggung hingga ke perut; sedangkan pada ular weling belang hitamnya hanya sekedar selang-seling warna di bagian punggung (dorsal), sementara perutnya (ventral) seluruhnya berwarna putih.
Dalam bahasa Inggris, ular welang dikenal sebagai Banded Krait. Sementara nama ilmiahnya, Bungarus fasciatus, berasal dari kata dalam bahasa Telugu (India) bungarum yang berarti ‘emas’, merujuk pada belang warna kuning di tubuhnya[1], dan kata bahasa Latin fasciata yang berarti ‘berbelang’ (fascia, belang atau pita).

Pengenalan
Ular yang berukuran sedang, dengan panjang maksimum yang tercatat 2125 mm; akan tetapi umumnya ular dewasa hanya sekitar 1,5 m atau kurang. Sekitar sepersepuluh dari panjang itu adalah ekornya, yang berujung tumpul buntek.[3] Bentuk badan menyegitiga, dengan punggung yang membentuk sudut di atas. Berwarna menyolok, belang-belang hitam kuning (atau hitam putih), kurang lebih sama lebar antara kedua warna itu. Warna hitamnya terus bersambung hingga ke sisi perutnya (lihat gambar no. 6 di bawah), kecuali pada sepertiga bagian muka tubuhnya. Kepala lebar dan gepeng dengan pola di atasnya seperti anak panah berwarna hitam (gambar no.2), dan bibir yang berwarna kekuningan atau keputihan kusam.
Sisik-sisik dorsal (punggung) dalam 15 deret di tengah badan, sisik-sisik vertebral (di atas tulang punggung) membesar dan berbeda bentuknya dari sisik-sisik dorsal yang lain, membentuk semacam gigir di atas punggung (gambar no 5). Sisik-sisik ventral (perut) 200—234 buah, sisik anal tunggal, dan sisik-sisik subkaudal (bawah ekor) 23—39 buah, tak berpasangan. Sisik-sisik labial (bibir) atas 7 buah, no-3 dan -4 menyentuh mata.

Jenis yang serupa
Ular weling (Bungarus candidus) memiliki bentuk tubuh dan warna yang mirip ular welang, namun umumnya lebih kecil dan tidak memiliki varian warna hitam-kuning. Belang hitamnya hanya di sisi atas dan samping tubuh (dorsal, punggung), dan warna putihnya ternoda oleh bintik-bintik hitam. Ekornya kurus panjang dan meruncing.
Ular serigala Lycodon subcinctus yang muda memiliki bentuk dan warna serupa ular weling, hanya belang hitamnya lebih lebar daripada putihnya.
Ular cincin mas (Boiga dendrophila) berwarna hitam berbelang kuning, akan tetapi warna kuningnya jauh lebih sempit dan perutnya berwarna hitam seluruhnya.
Beberapa jenis ular laut berwarna belang putih-hitam atau putih-kehitaman dan kadang-kadang ditemukan naik ke pantai, namun semua ular laut mudah dibedakan dari ular darat karena bentuk ekornya yang pipih serupa dayung.


Penyebaran, habitat dan perilaku

Ular welang diketahui menyebar luas mulai dari India, Bhutan, Nepal, Bangladesh, Cina bagian selatan (termasuk Hong Kong, Hainan, dan Makao), Burma, Thailand, Laos, Vietnam, Kamboja, Semenanjung Malaya, Singapura, dan Indonesia (Sumatra, Jawa, Borneo)
Sebaran ular ini meliputi wilayah-wilayah dekat pantai hingga daerah bergunung-gunung sekurangnya sampai ketinggian sekitar 2.300 m dpl., namun umumnya lebih kerap dijumpai di dataran rendah. Ular welang menghuni wilayah-wilayah perbatasan antarahutan-hutan dataran rendah yang lembap dengan yang lebih kering, hutan-hutan pegunungan, semak belukar, rawa-rawa, daerah pertanian, perkebunan dan persawahan. Tidak jarang pula dijumpai dekat permukiman, jalan raya atau sungai. 
Mangsanya terutama adalah jenis-jenis ular lainnya, meskipun ular ini mau juga memakan aneka jenis reptil, kodok, serta kadang-kadang ikan, dan telur. Ular welang terutama aktif berburu di malam hari (nokturnal) di atas tanah (terestrial), dan pada siang hari bersembunyi di bawah tumpukan kayu atau batu. Di India, ular ini diketahui tidur di rerumputan tinggi, lubang-lubang dan juga di saluran air. Di antaranya, ular welang juga memangsa ular jali (Ptyas korros) 
Hanya sedikit yang diketahui mengenai perbiakannya. Di Burma, dalam suatu penggalian, seekor ular welang betina ditemukan tengah ‘mengerami’ empat butir telurnya, yang kemudian menetas di bulan Mei. Anaknya yang baru menetas berukuran antara 298—311 mm. 
Dilaporkan bahwa ular ini umumnya jinak dan tak mau menggigit orang di siang hari, namun agresif di malam hari. Bila diganggu, biasanya ular ini akan menyembunyikan kepalanya di bawah tumpukan tubuhnya yang bergelung. Akan tetapi hal ini tak dapat dijadikan pegangan mengingat sifat-sifat ular yang amat bervariasi dari individu ke individu dan sukar untuk diramalkan. Ular welang dikategorikan amat berbahaya karena bisanyayang bersifat mematikan, meskipun laporan kematian pada manusia akibat gigitan ular ini termasuk rendah. 
Mengingat reputasinya, nama ular ini diabadikan sebagai salah satu kapal perang TNI-AL, yakni KRI Welang.

Sebenarnya masih banyak lagi ular yang kita kenal tersebut, dan akan kita lanjut pada edisi berikutnya. 

Semoga bermanfaat.




Ular Indonesia

By Budi Suhono on January 22, 2013
Indonesia sebagai daerah tropis merupakan surga bagi kebanyakan  hewan melata terutama ular (ophidia). Indonesia  terletak di   di 6  Lintang Utara (LU)  dan  11 Lintang Selatan (LS) serta  di 141 Bujur Barat (BB) dan 95  bujur timur (BT). Di Indonesia terdapat sekitar  17.504  pulau.  Kepulauan ini benar-benar  merupakan habitat yang sangat cocok bagi kebanyakan reptil. Letak geografis Indonesia merupakan tempat atau habitat di bumi ini di mana hewan berdarah dingin khususnya reptil  betah tinggal untuk hidup dan berkembang biak. Ditambah lagi, di Indonesia  hanya terdapat  2 musim saja, yaitu musim hujan (September—Februari)  dan musim panas (Maret—Agustus). Di Indonesia terdapat ular terkecil di dunia (Ramphotyphlops braminus) dan ular terpanjang di dunia (Broghammerus reticulatus), serta ular berbisa terbesar dan terpanjang di dunia (Ophiophagus hannah).

Indonesia merupakan habitat yang sangat cocok bagi berjenis-jenis reptil khususnya ular (Ophidia), berdasarkan buku  Ophidia van Java tulisan Van Hoesel tahun 1959,  di Indonesia terdapat 400 jenis ular (termasuk juga anak jenisnya). Sudah tentu data ini  agak ketinggalan tetapi masih cukup  memadai digunakan karena sampai sekarang penelitian yang akurat dan acceptable masih belum memuaskan. Data-data dalam buku itu yang agak  ketinggalan adalah tentang penetapan nama ilmiah yang valid atau sah. Karena penetapan ini dibuat berdasarkan konsensus bersama ahli-ahli biologi sedunia berdasarkan data-data baru yang dapat diterima dan ditetapkanlah nama-nama baru untuk berjenis-jenis ular dan anak jenisnya menjadi nama baru atau dipindahkan ke dalam marga atau suku baru. Dasar dari semua itu adalah data penelitian yang valid dan dapat dipertanggung jawabkan. Akibatnya bila dilihat kembali, maka jenis-jenis ular atau nama-nama ilmiahnya serta marga kemungkinan sudah banyak yang berubah. Perubahan ini sangatlah wajar karena perkembangan dalam dunia ilmiah yang terus berjalan. Penelitian yang mendalam oleh  herpetologist atau oleh naturalist  atau oleh ahli-ahli yang tertarik pada bidang ini sangatlah perlu agar data baru yang lebih akurat dan  acceptable  didapatkan.
Habitat. Secara global ular di Indonesia memiliki habitat (1) di darat (terrestrial), (2) di pepohonan (arboreal), (3) di air (aquatic), walaupun secara kenyataannya ketika habitat ini tidak secara absolut ditinggali. Di alam sebenarnya ular laut itu juga naik ke daratan atau pergi di daerah karang yang agak kering untuk beranak atau beristirahat  dan tidak selamanya tinggal di dalam air di laut. Batasan lain dapat juga dapat dikatakan  (4) terrestrial aquatic  (di tanah dan juga di air) dan (5) terrestrial nonaquatic (di tanah dan jarang masuk ke air). (6) terrestrial arborial, hidup di darat dan terkadang-kadang  tinggal pula di atas pepohonan.
  1. Jenis-jenis ular yang memiliki habitat di darat (terrestrial), umpamanya: ular sendok (Naja sputatrix), ular sapi (Coelognathus radiatus), ular pelangi (Xenopeltis unicolor), ular bandontan puspa (Daboia russellii) dan lain-lain. Jenis ini umumnya tinggal di darat.
2) Jenis-jenis ular yang memiliki habitat di pepohonan (arboreal), umpamanya:  ular pucuk (Ahaetulla prasina), ular telampar angin (Dendrelaphis pictus), ular cincin mas (Boiga dendrophila) dan ular hijau bakau (Gonyosoma oxycephala).  Jenis-jenis ini umumnya tinggal di atas dahan pepohonan.

3) Jenis-jenis ular yang memiliki habitat di air (aquatic), umpamanya: ular karung (Acrochordus javanicus), ular lempe (Laticauda colubrina), ular kadut belang (Homalopsis buccata), ular kadut pelangi (Enhydris enhydris). Jenis-jenis ini umumnya ditemukan di air tetapi tidak selamanya berdiam di air.


4) Jenis-jenis ular yang memiliki habitat terrestrial aquatic, umpamanya: ular macan (Xenochropis piscator), ular air segitiga merah (Xenochrophis trianguligerus), ular kadut tembaga (Enhydris plumbea). Jenis-jenis ini tinggal di atas tanah tetapi senang atau mencari makan di air dengan mencari ikan.


5) Jenis-jenis ular  yang memiliki habitat terrestrial nonaquatic, umpamanya: ular bandotan puspa (Daboia russellii), ular buta bramini (Ramphotyphlops braminus), ular picung (Rhapdophis subminiatus). Jenis-jenis ini umumnya ditemukan di darat dan jarang ditemukan berada di air.


6) Jenis-jenis ular yang memiliki habitat terrestrial arboreal, umpamanya: ular sanca (Broghammerus reticulatus), ular ular sanca batu  atau ular sanca manuk (Python molurus), ular koros (Ptyas korros). Jenis-jenis ini tinggal di tanah tetapi sering pula ditemukan di atas pepohonan.

Pengetahuan tentang habitat ular di Indonesia, sangat berguna untuk mencari dan menemukan jenis-jenis ular yang akan dipelajari dan diteliti. Habitat merupakan salah satu kompas untuk  menemukan jenis-jenis ular di alam yang terkadang sangat sulit dan berat   bagi kebanyakan orang awam.
     Mempelajari ular.  Ular merupakan reptil yang sangat penting fungsinya dalam ekologi persawahan dan hutan. Dalam ekologi persawahan, ular-ular pemangsa tikus (Ptyas spp,;  Coelognathus sp,;  Gonyosoma sp.; Broghammerus sp.; Python spp.) sangat penting. Hasil persawahan yang susah payah diusahakan oleh petani dengan biaya yang cukup tinggi akan mengecewakan hasilnya kalau ternyata penen padinya hanya sedikit bahkan mungkin menjadi  puso karena terserang hama tikus. Tikus sawah (Rattus diardi, Rattus argentiventer dan Rattus spp., dan lainnya) sudah menyerang tanaman padi sejak baru ditaman yang  masih berumur 1 bulan.  Bila, bulir-bulir padi mulai mengisi dan menguning pun tidak luput dari serangan kawanan tikus-tikus di sawah.
Panen padi rendah. Tikus dapat menjadi populasi yang sangat besar dan berbahaya bila tidak dikendalikan  pertumbuhan populasinya. Dalam satu bulan seekor  tikus betina dapat melahirkan 6—12 anak tikus baru yang dalam 2—3  bulan kemudian tikus-tikus muda ini sudah menjadi tikus dewasa yang siap melahirlan lagi. Sedangkan tikus betina setelah berumur  2 bulan sudah siap melahirkan lagi. Dan, musim dari tikus sawah yang paling efektif adalah ular-ular pemakan tikus.  Oleh karena itu, jangan membunuhi ular-ular pemakan tikus di sawah, kalau perlu dijaga jumlahnya agar memadai untuk menekan populasi tikus sawah.
Produksi padi yang rendah,  satu hektar sawah  hanya menghasilkan 4—5 ton padi merupakan faktor yang membuat petani padi menjadi miskin dan susah. Dan salah satu faktor yang penyebabkannya adalah rusaknya ekologi persawahan yang disebabkan tidak ada atau berkurangnya jumlah musuh alami tikus di persawahan, yaitu ular.
Pengobatan modern. Saat ini banyak penelitian yang meneliti obat-obat baru yang didapat dari bisa ular. Bisa ular berisi banyak senyawa-senyawa organik yang dapat dipisahkan dan dimanfaatkan sebagai obat.  Bisa selain dimanfaatkan sebagai bahan penghasil serum antibisa ular, juga merupakan bahan dasar dari obat-obatan di masa depan.  Penelitian mendalam tentang senyawa-senyawa organik dan asam-asam amino serta enzim-enzim di dalam bisa ular amat menjanjikan bagi pengobatan di masa depan.

     Biologi ular. Sebagai hewan berdarah dingin, ular memiliki suhu tubuh yang sama dengan suku lingkungannya. Oleh karena itu, ular membutuhkan tempat yang hangat untuk menjaga agar metabolisme tubuhnya berjalan dengan baik. Ular berdarah dingin karena darah bersih dan darah kotor masih bercampur dan percampuran ini menyebabkan suhu tidak dapat dipertahankan stabil. Akibatnya pula, ular membutuhkan zat-zat pembantu pencernaan makanannya agak lebih cepat hancur. Selain asam lambung yang kuat (HCL) ular juga memiliki bisa.
Aktifitas ular ada yang keluar mencari makan pada malam hari (nocturnal) dan ada pula yang keluar siang hari  (diurnal) untuk mencari makanannya. Tidak seperti hewan lain, ular setelah mendapatkan mangsa yang cukup,  ular akan bersembunyi untuk beberapa lama agar semua mangsanya tercerna dengan sempurna di dalam perutnya.
     Bisa. bagi ular, bisa tidak lain hanyalah zat pembantu pencernaan bagi ular. Bisa membunuh dan menguraikan jaringan-jaringan tubuh mangsanya dan pada akhirnya memudahkan ular  untuk mencernakan mangsanya itu. Bisa diproduksi oleh kelenjar bisa yang merupakan perkembangan dari kelenjar ludah yang sudah berubah fungsi dan sekresinya.  Secara sederhana, bisa adalah ludah ular yang telah berubah fungsi; tidak hanya sebagai cairan pembantu pencernaan tetapi juga untuk membela diri.  Secara umum bisa digolongkan neurotoksin/nerotoksin (?)  (perusak jaringan syaraf mangsanya) dan haemotoksin/ hemotioksin (?) (perusak jaringan darah mangsanya). Walaupun detailnya di dalam bisa itu terdapat juga kadiotoksin, renaltoksin, pulmotoksin  dan toksin-toksin lainnya yang semuanya berfungsi untuk mencairkan jaringan darah atau jaringan saraf mangsanya. Karena bisa adalah alat bantu bagi ular untuk memudahkan menangkap dan mencerna mangsanya.  Bisa disuntikkan dengan bantuan taring bisa (glypha).  Bagi ular tidak berbisa (aglypha), cairan yang kuat dalam  lambungnya (asam lambung, HCL) membantu menghancurkan jaringan-jaringan tubuh mangsanya agar mudah diserap oleh usus ular. Makan bagi ular adalah  memperoleh unsur-unsur hara bagi tubuhnya yang berasal dari mangsanya.
Virulensi bisa. Kekuatan bisa setiap  ular berbeda-besa berdasarkan jenisnya, ukurannya dan waktu bisa itu dikeluarkan. Jenis-jenis ular dari suku Elapidae umumnya memiliki virulensi bisa yang tinggi 10–50 mg sudah dapat membunuh manusia sedangkan virulensi bisa dari ular-ular dari suku Viperidae 40–100 mg. Ukuran ular juga amat penting diketahui, ular berukuran besar pasti memiliki kelenjar bisa (glandula venomous) yang besar dan banyak isinya. Waktu, sewaktu ular sehabis ular berganti kulit, umumnya memiliki kandungan bisa yang tinggi virulensinya. Begitu pula ular yang terlah terprovokasi akan menyiapkan untuk mematuk dengan jumlah bisa yang banyak dibanding dengan  ular  yang  mematuk cuma karena tidak sengaja atau kaget. Di alam ular bisa mematuk dengan dosis bisa yang tidak terlalu besar sehingga korban seperti ini tidak mati, hanya mengalami pembengkakan dan nekrosis setempat.
     Unsur-unsur senyawa organik (enzim) yang terdapat dalam bisa ular adalah: proteinase, L-asam amino oksidase, hialuronidase, kolinesterse, ribonuklease, fosfolipse A, fosfomonesterase, dan lain-lain. Enzim-enzim ini membantu menguraikan jaringan mangsanya agar mudah dicerna.
Kriteria ular berbisa Ular berbisa harus memiliki kelenjar bisa dan gigi bisa serta bisanya bervirulensi tinggi; bisa dapat mematikan mangsanya atau hewan lain yang terkena bisa bila terpatuk. Sebab ada juga ular yang memiliki kelenjar bisa dan taring bisa tetapi bisanya tidak cukup kuat untuk membunuh hewan lain atau manusia selain hanya untuk mangsanya saja. Gigi bisa (glypha), berdasarkan letaknya ada yang di rahang bagian depan proteroglypha dan ada pula yang letaknya di rahang bagian belakang opisthoglypha. Tipe gigi berdasarkan saluran keluarnya bisa ada yang bercelah (sutura) dan ada pula yang berliang (solenos). Ular-ular dari suku Viperidae umumnya  memiliki gigi bisa tipe berliang (soleno glypha) dan ular-ular dari suku Elapidae umumnya memiliki tipe gigi bisa (sutura glypha). Penting diketahui, bahwa ular berbisa tidak bisa dicirikan dengan hanya melihat bentuk kepala yang segi tiga, kulit yang mengkilat, gerakannya yang lambat. Semua itu tidak benar dan sangat menyesatkan.
    Kulit ular.  merupakan pembungkus tubuh yang memiliki lapisan tanduk yang sewaktu-waktu dapat mengelupas atau molting untuk memperbaiki kerusakan yang ada atau untuk bertambah besar atau untuk mempercantik dirinya untuk menarik pasangannya. Pada beberapa jenis ular, corak kulitnya amat indah dan terkadang kulit ini cukup tebal. Dan bagi sebagaian yang lain amat tipis. Kulit ular, berguna untuk melindungi tubuhnya  dari sengatan matahari, duri, dan dari penyakit yang  menular dan dari suhu yang terlalu dingin. Pada beberapa jenis ular, corak dan warna kulit berbeda bagi individu jantan dan individu betina. Di alam bahkan terdapat ular yang mengalami kelainan pigmentasi kulit sehingga menjadi kaliko, leusistik dan  albino.
     Pengindraan. Ular mengindra mangsa atau lingkungannya dengan bantuan ujung lidahnya yang bercabang. Semua ular memiliki ujung lidah yang bercabang yang membantunya memperluar areal pengindraan. Udara atau aroma lingkungan ditangkap oleh ujung-ujung lidahnya kemudian disentuhkan ke organ Jacobson yang terdapat pada langit-langit di dalam mulut ular. Setelah di olah oleh otak ular, maka disadarilah tentang objek yang ada di sekililingnya.
    Perkembang-biakan.  Ular berkembang biak dengan bertelur beranak (ovovivipar) dan bertelur (ovipar). Setelah 60—80 hari telur-telur ular menetas. Terdapat jenis-jenis  ular yang membuat sarang dan menjaga telur-telurnya dan ada pula yang mengerami telur-telurnya. Untuk ular yang bertelur beranak induknya menjaga hanya untuk beberapa saat anak-anaknya kemudian pergi meninggalkannya. Telur dikeluarkan 6—100. Untuk ular-ular kecil seperti ular buta telurnya hanya sedikit dan untuk ular-ular berukuran besar seperti sanca, telur dapat dikelurkan sampai 100 butir. Suhu yang dibutuhkan telur-telur untuk menetas sekitar 35—37 derajat Celsius.  Sebelum bertelur ular betina akan mengadakan kopulasi dengan ular jantan. Ular merupakan hewan yang membutuhkan  waktu cukup lama dalam melakukan penetrasi hemipenis ke tubuh betinanya. Secara garis besar ada ular uang bertelur (oviparous) dan ada pula jenis-jenis ular yang bertelur beranak (Ovoviviparous). Umumnya jenis-jenis  ular laut bertelur beranak.
   Penyakit. Ular kerap kali juga terserang penyakit seperti terinfeksi cacing, infeksi jamur dimulut atau terinfeksi caplak di kulitnya. Infeksi pada mulut ular menyebabkan ular enggan makan dan setelah beberapa lama akan mati. Obat-obatan antiinfeksi dapat mengobati penyakit-penyakit ular. Caplak juga dapat menyebabkan ular gelisah dan menjadi kurus.
Penamaan ilmiah. Semua penamaan ilmiah ular memiliki arti mulai dari nama suku, marga, jenis dan epitetnya. Kaidah bahasa Latin tetap dipakai dalam penamaan jenis-jenis ular di seluruh dunia. Author nama ilmiahnya memberikan nama jenis dengan arti dan maksud tertentu. Epitet diambil dari bahasa Latin atau dari bahasa Yunani atau dari bahasa daerah lain yang telah dilatinkan.
Klasifikasi pemanaan jenis yang umum digunakan adalah
Kerajaan          Animalia (kerajaan hewan)
Filum               Chordata (memiliki tulang belakang)
Subfilum         Vertebrata (bertulang belakang)
Kelas               Retilia (hewan merayap)
Bangsa                        Squamata (bersisik)
Anak bangsa   Serpentes (Ophidia) = (ular)
Suku                Elapidae (ular elapid)
Marga              Naja (ular sendok)
Jenis                ular sendok (Naja sputatrix BOIE, 1827)      
Ular sendok peludah,  dari epitet Latin: sputare artinya peludah, penyembur.
Penulisan nama ilmiah lengkap dari  ular sendok (Naja sputatrix  BOIE, 1827). F. BOIE  adalah author (Inggris:  author species) jenis yang pertama kali memaparkan atau mempertelakan jenis ular ini kepada dunia lewat bulletin ilmiah atau majalah ilmiah (seperti Treubia dll.)  atau orang yang paling tepat memberikan laporan ilmiah tentang ular ini.  Dan melalui, konsensus ahli-ahli biologi sedunia (dalam symposium atau rapat ilmiah tingkat dunia lainnya), berdasarkan rincian laporan ilmiahnya itu, maka F. BOIE ditetapkan sebagai author nama jenis untuk ular ini.
Suku-suku ular dengan jenis-jenisnya.
Di Indonesia terdapat 10 suku ular yang meliputi seluruh jenis ular (400 jenis dan anak jenisnya)  yang terdapat di Indonesia. Suku-suku ular di Indonesia adalah:
1)      Suku Cylindrophiidae  (suku ular pipa, pipe snakes family);
2)     Suku Anomochilidae (suku ular pipa cebol, dwarf pipe snakes family);
3)      Suku Xenopeltidae (suku ular pelangi, earth snakes family);
4)      Suku Typhlophidae (suku ular buta, blind snakes family);
5)      Suku Boidae (suku ular sanca, python and boas family);
6)      Suku Colubridae (suku ular sapi, colubrid snakes family);
7)      Suku Acrochordidae (suku ular karung, wart snakes family);
8)      Suku Elapidae (suku ular sendok, elapid snakes family);
9)      Suku Viperidae (suku ular bandotan puspa, viper snakes family);
10)      Suku Hydrophiidae (suku ular lempe, sea snakes family).
Detail rincian suku-suku ular di Indonesia adalah sebagai berikut:

1)      Suku Cylindrophiidae  (suku ular pipa, pipe snakes family). Suku ular ini terdiri atas 2 marga, yaitu: a) Cylindrophis dan b) Anomochilus. Suku ular pipa ini memiliki 10 jenis ular. Disebut ular pipa karena tubuhnya berbentuk membulat mirip pipa dan berkembang biak dengan bertelur beranak (ovoviviparous). Jenis ular dari suku ini yang paling terkenal adalah ular kepala dua (Cylindrophis rufus).
Ular kepala dua (Cylindrophis rufus). Jenis ini berukuran hanya sekitar 50—70cm. Habitatnya di rawa, kolam, sungai dan danau. Ular  ini tubuhnya berwarna hitam-keunguan atau kehitaman dengan coreng-coreng merah. Bagian perut berwarna putih dan hitam berselingan. Pada kepala dan ekor terdapat warna merah. Bila ular ini berjalan, ekornya mengungkit ke atas seolah-olah kepada. Orang awam menamakannya ular kepada dua karena tingkah lakunya itu. Ular ini makan lindung dan ikan kecil. Ular ini tidak berbisa.
2) Suku Anomochilidae (suku ular pipa cebol, dwarf pipe snakes family). Suku ini hanya memiliki 3 jenis ular yang terdapat di Sumatra, Kalimantan dan Malaysia. Ketiga jenisnya ini adalah: a) Anomochilus leonardi, b) Anomochilus weberi, c) Anomochilus monticola. Jenis-jenisnya tinggal di lubang-lubang tanah atau di celah-celah bebatuan atau selasah tumbuhan  yang tebal di daerah yang dekat dengan perairan.
3)      Suku Xenopeltidae (suku ular pelangi, earth snakes family). Suku ular ini di Indonesia hanya diwakili oleh satu jenis ular, yaitu ular pelangi (Xenopeltis unicolor). Tubuh ular ini  berwarna kehitaman dan bersinar atau mengeluarkan warna mengkilat mirip pelangi. Ukuran tubuhnya hanya sekitar 70—100 cm. Jenis ini makan katak, kadal, tikus, dan ular-ular kecil jenis lainnya. Ular pelangi tidak berbisa.
4)      Suku Typhlophidae (suku ular buta, blind snakes family). Suku ular ini terdiri atas 3 marga yang meliputi 166 jenis ular. Di Indonesia hanya terdapat dua marga saja, yaitu: a) Typhlops dan b) Ramphotyphlops. Dari kedua marga ini hanya terdapat sekitar 34 jenis. Jenis ular dari suku ini yang sering ditemukan adalah ular buta brahmini (Ramphotyphlops braminus). Ular-ular kecil ini berkembang-biak dengan bertelur dan hidup dari makan telur dan larva semut dan rayap.
Ular buta brahmini berukuran pendek dan kecil, panjang sekitar 8—15 cm dengan diameter tubuh hanya sekitar 0,3—0,5 cm. Warna tubuhnya hitam, hitam agak cokelat atau keabu-abuan. Kepala dan ekor hampir mirip. Bagian ekor berbeda dengan bentuk agak lancip. Jenis ini makan telur semut atau telur rayap. Ular terkecil di dunia ini berkembang biak dengan bertelur.
5)      Suku Boidae (suku ular sanca, python and boas family). Suku ular ini terdiri atas 20 marga sedangkan di Indonesia hanya terdapat 7 marga saja. Marga-marga yang terdapat di Indonesia adalah: a) Broghammerus, b) Python, c) Bothrochilus, d) Morelia, e) Candoia = Enygrus, f) Chondropython, g) Liasis. Dari keenam marga ini terdapat sekitar 20 jenis ular dari suku ini. Suku ini juga merupakan suku yang memiliki banyak jenis-jenis ular yang dimanfaatkan sebagai hewan timangan (pet).
Suku ini memiliki jenis ular yang merupakan ular terpanjang dan terbesar di dunia, yaitu jenis ular sanca kembang (Broghammerus reticulatus). Jenis ular sanca kembang dapat mencapai panjang 11 meter (catatan ilmiah) dengan berar mencapai 100 kg lebih. Ular ini makan tikus, katak, kadal, burung dan mamalia kecil lainnya. Jenis yang telah besar dapat memangsa anak kijang, anak babi, anjing  serta hewan mamalia lainnya di hutan-hutan. Ular sanca kembang membunuh mangsanya dengan membelit. Mangsanya mati tercekik karena tidak dapat bernapas. Ular sanca tinggal di lubang-lubang tanah di tepian kali, di gua,  dan di pepohonan atau di lubang dalam gorong-gorong kalau di daerah perkotaan. Ular ini juga pandai berenang dan menyelam dalam air. Jenis ular ini berkembang biak dengan bertelur.  Selain ular sanca kembang,  terdapat juga jenis ular sanca pohon yang amat cantik dan indah, yaitu ular sanca hijau (Morelia viridis).
6)      Suku Colubridae (suku ular sapi, colubrid snakes family). Suku ular tikus, suku ini memiliki marga dan jenis paling banyak di dunia. Di dunia terdapat 1500 jenis ular yang termasuk dalam suku ini yang terkelompok dalam 100 marga. Sedangkan di Indonesia terdapat 240 jenis ular dari suku ini yang termasuk dalam 41 marga. Jenis ular dari suku ini yang amat terkenal adalah ular sapi (Coelognathus radiatus). Disebut ular sapi kemungkinan warna tubuhnya cokelat mirip warna sapi. Jenis ular ini merupakan pemangsa tikus yang paling hebat. Tikus diburu ke sarangnya  dan seluruh tikus yang  berada di dalam sarang  ditelannya. Ular sapi berukuran sampai 2 meter. Bila ular ini marah, maka akan melengkungkan bagian lehernya berbentuk huruf S dan membuka mulutnya. Warna hitam dan putih bercorak kuning terlihat jelas, apabila ular ini marah. Ular sapi makan tikus, katak, kadal dan mencit, dan burung serta berkembang biak dengan bertelur. Ular-ular  dari suku ini   umumnya tidak berbisa, sebagian hanya  berbisa lemah dan hanya terdapat satu ekor yang berbahaya  bagi orang yang bergolongan darah O, yaitu ular picung (Rhabdophis subminiatus).
7)      Suku Acrochordidae (suku ular karung, wart snakes family). Suku ini hanya memiliki 2 marga, yaitu: a) Acrochordus dan b) Chersydrus yang meliputi 3 jenis ular saja.  Kedua marga ini terdapat di Indonesia. Ular dari suku ini merupakan ular yang umumnya ditemukan di air atau di sekitar tambak-tambak ikan dan di daerah hutan-hutan bakau. Jenis yang umum ditemui adalah ular karung (Acrochordus javanicus). Ular karung memiliki kulit yang kasar karena memiliki bintil-bintil pada permukaan kulitnya. Ukuran ular yang besar dapat mencapai 2 meter. Jenis ini makan ikan dan katak. Bagi petambak ikan, ular karung merupakan ham perikanan. Jenis-jenis ular dari suku ini bertelur beranak (ovovivipar). Jenis ular dari suku ini tidak berbisa.
8)      Suku Elapidae (suku ular sendok, elapid snakes family). Suku ini merupakan suku ular berbisa. Semua anggota jenisnya memiliki bisa yang berbahaya bagi manusia. Bisanya  tergolong  racun syaraf (neurotoksin).  Di dunia terdapat 200 jenis ular yang termasuk dalam suku dan  tergolong dalam  38 marga. Di Indonesia terdapat 50 jenis ular dari suku ini yang termasuk dalam 15 marga. Jenis ular yang paling terkenal dari suku ini adalah ular anang atau ular lanang  (Ophiophagus hannah) dan ada pula  yang menyebutnya  king kobra. Ular anang merupakan ular terbesar dan terpanjang dari kelompok ular berbisa. Bisanya berwarna kuning dan berbahaya untuk manusia dan hewan. Ular anang dapat mencapai ukuran panjang sampai 6 meter dengan berat mencapai 10 kg. Jenis ini bentuknya mirip dengan ular sendok tetapi berukuran lebih besar. Ular anang bila marah kerapkali membuka mulutnya. Ular ini  memangsa  ular-ular jenis lain dan berkembang biak dengan bertelur.
9)      Suku Viperidae (suku ular bandotan puspa, viper snakes family). Di dunia terdapat sekitar 40  jenis ular viper yang termasuk dalam 10 marga. Semua jenis ular dari suku ini berbisa. Sedangkan di Indonesia terdapat 15 jenis ular viper yang termasuk dalam 7 marga. Jenis yang umum dijumpai dari ular dalam suku ini adalah ular tanah (Calloselasma rhodostoma). Jenis ular ini berukuran 60 cm—1 meter. Warna dasar tubuhnya adalah cokelat dengan coreng atau batik cokelat tua atau cokelat muda. Ular tanah memangsa tikus, mencit, katak dan kadal. Ular tanah berkembang biak dengan bertelur. Ular berbisa ini sangat berbahaya bagi manusia dan hewan. Bisanya termasuk golongan racun darah (haemotoksin). Jenis ular viper lainnya adalah ular cinta mani (Tropidolaemus wagleri) yang  senang tinggal di pepohonan.
10)      Suku Hydrophiidae  (suku ular lempe, sea snakes family). Suku ini merupakan suku ular yang jenis-jenisnya merupakan ular laut. Semua jenis ular dari suku ini bebisa kuat dan berbahaya bagi manusia. Di dunia terdapat 53 jenis ular laut. Sedangkan di seluruh perairan di Indonesia teradapat 32 jenis ular laut. Satu jenis yang sangat umum ditemui oleh masyarakat adalah ular lempe (Laticauda colubrina). Ular ini berukuran sampai 1 meter tetapi umumnya ditemui lebih pendek dari itu 60—80 cm. Ular ini bertingkah lalu jinak tetapi tetap berbahaya karena memiliki bisa yang mematikan. Para nelayan sering menemukan ular ini tersangkut dalam  jala ikan  atau sering menemukannya bersarang di antara celah-celah bebatuan karang di daerah pantai. Warna tubuhnya putih dan hitam dengan bentuk tubuh silindris dan  ujung ekornya melebar membentuk seperti dayung. Semua jenis ular laut memiliki bentuk ekor seperti ini.
Indonesia merupakan surga bagi reptil khususnya ular. Kekayaan ini seharusnya dijaga dan dilestarikan. Fungsi ular sebagai penyeimbang ekologi persawahan harus tetap diperhatikan. Pemanfaatan tetap harus memperhatikan keseimbangan alam  kalau tidak masyarakat Indonesia sendiri yang akan mengalami kerugiannya  di kemudian hari. Di alam Indonesia terdapat jenis-jenis ular yang mengalami kelainan pigmen tubuh menjadi kaliko (calico), leusistik (leucistic)  atau albino. Bagi pecinta dan penangkar ular sebaiknya ular-ular seperti ini dibudidayakan dan jangan dikeluarkan ke luar Indonesia sebelum ditangkarkan di dalam negeri. Karena ular-ular seperti ini merupakan kekayaan alam yang amat berharga. Silakan ditangkarkan dahulu, kemudian   F3 dan F4 dan seterusnya boleh dijual.  Sanggar Natural, Budi Suhono.
Note: Mohon dikoreksi untuk perbaikan naskah, terima kasih.
Sumber:
Suhono, Budi. Mengenal ular di Indonesia. Jakarta: Sanggar Natural.
Suhono, Budi. Ular berbisa di Indonesia. Jakarta: Sanggar natural.
Poster ular berbisa di Indonesia, Sanggar Natural, 2013.
Poster ular berbisa lemah di Indonesia, Sanggar Natural, 2013.
Poster ular tidak berbisa di Indonesia (1), Sanggar Natural, 2013.
Poster ular tidak berbisa di Indonesia (2), Sanggar Natural, 2013.
Poster berbingkai dapat dipesan lewat budipedia.com
Daftar Pustaka
Bellaris dan Carrington, 1966, The World of Reptiles, London: Chatto and Windus Ltd.
Berhard, Sidney, 1968, The Structure and Function of Enzymes, New York: Benjamin Co.
Bucherl, W dan Buckley, Eleanor E. 1968. Venomous Animals and Their Venoms, New York: Academic Press, vol. 1.
—  1968, Venomous Animals and Their Venoms, New York: Academic Press, vol. II/III.
Brongerma, L.D., 1958, Note on Vipera Russellii (Shaw), Laiden: Zoologische Mededeling, deel 36, No. 4.
De Haas, C.P.J., 1950, Checklist of the Snakes of Indo-Australia Archipelago, Bogor: Archipel Drukkerij, dari Treubia, vol.3, No. 3, p. 511-625.
Fowler, Murray E., 1979, Restrain and Handeling of Wild and Domestic Animals, Iowa State University Press.
Lim Leong Keng, Francis, 1991,  Tales and Scales, Singapure: Graham Bush Pte Ltd.
Goin and Goin, 1970, Introduction to Herpetology, San Fransisco: W.H. Freemen and Company.
Gow, Graem F., 1982, Australia Dangerous Snake, Australia: Angus & Robertson Publisher.
Heyne, K, 1978, Tumbuhan Berguna Indonesia, Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.
Kawamura, Chinzei dan Sawai, 1975, Snakebites in Indonesia dari The Snake, vol. 7, p. 73-78.
Kopstein, F., 1932, Bungarus javanicuseine neue Giftschlange von Java (Herpetologische Notizen), Treubia, vol. 14, p. 73-77.
Laporan, 1981, dari International Seminar on Epidemiology and Medical Treatment of Snake-bites, dalam The Snake, vol. 13, p. 63-67.
Lim Bo Liat, 1981, Ular-Ular Berbisa di Semenanjung Malaysia, Kuala Lumpur: Art Printing Works.
Neuhaus, H., 1935, Vipera russellii limitis (Merten) dalam Treubia, vol. 15.
Phelps, Tony 1981, Poisonous Snake, London: Blandfort Press Ltd.
Rogercaras, 1974, Venomous Animals of the World, USA: Prentice – Hall International Inc.
Shine, Richard, 1991, Australian Snakes a Natural history, Sydney, Australia: Reed Books Pty Ltd.
Storer dan Usinger, 1981, Elements of Zoology, New York: Mc-Graw-hill Book Company, Inc.
Suhono, Budhy, 1984, Mengenal Ular Berbisa, Jakarta: Berita Buana, 20 Agustus.
— 1985, Menenggang Ular Berbisa, Jakarta: Majalah Zaman No. 19/VI/2 February.
— 1985, Mengidentifikasi Ular Berbisa, Jakarta: Berita Buana, 13 Juni.
— 1985,  Memberantas Hama Tikus secara Kontrol Biologi, Jakarta: Berita Buana, 6 September.
— 1986, Ular Tanpa Bisa Tidak Berarti Apa-Apa, Jakarta: Majalah Warnasari, No. 84/ VII.
— 1986, Ularmu, Bung, Jakarta: Majalah Aku Tahu No. 36/III Februari.
Storr dan L.A. Smith, serta R.E. Johnstone, G.M., 1986, Snakes Of Western Australia, Perth, Australia: The Western Australian Museum.
Supriatna, Jatna, 1981, Ular Berbisa Indonesia, Jakarta: Bhatara Karya Aksara.
Tweedie, M.W. F., 1954, The Snakes of Malaya, Singapore: Government Printing.
Van Hoesel, J. K. P., 1959, Ophidia Javanica, Bogor: Percetakan Archipel.
Wall, Capt. F. I. M. S., 1902, Aids to the Differentiation of Snake, Bombay: Journal Bombay Natural History Society, vol. 14, p. 337.
Wolf dan Eberhard Engelmann, 1981, SnakeBiolog, Behavior and Relationship to Man, Fritz: Jurgen Obst.
Young, Genevieve G., 1961, Wilton’s Microbiology, New York: Mc-

JENIS-JENIS ULAR DI INDONESIA


jenis-jenis ular
Reptil yang satu ini memang sudah akrab di kehidupah kita, sehingga kehidupan tentang ular menimbulkan keingin tahuan kita. Beikut ini adalah jenis-jenis ular yang biasa kita kenal. Baik ular yang berbisa (memiliki racun, venom), maupun yang tidak. Akan tetapi tidak perlu terlalu kuatir bila bertemu ular. Dari antara yang berbisa, kebanyakan bisanya tidak cukup berbahaya bagi manusia.
Lagipula, umumnya ular pergi menghindar bila bertemu orang. Ular-ular primitif, seperti ular kawat, ular karung, ular kepala dua, dan ular sanca, tidak berbisa. Ular-ular yang berbisa kebanyakan termasuk suku Colubridae; akan tetapi bisanya umumnya lemah saja.
Jenis ular-ular yang berbisa kuat di Indonesia biasanya termasuk ke dalam salah satu suku ular berikut: Elapidae (ular sendok, ular belang, ular cabai, dll.), Hydrophiidae (ular-ular laut), dan Viperidae (ular tanah, ular bangkai laut, ular bandotan).
Berikut ini beberapa jenis-jenis ular yang ada di indonesia:
suku Typhlopidae ular kawat (Rhamphotyphlops braminus)
suku Cylindrophiidae ular kepala-dua (Cylindrophis ruffus)
suku Pythonidae
  • ular sanca kembang (Python reticulatus)
  • ular peraca (P. curtus)
  • ular sanca hijau. (Morelia viridis’)
suku Acrochordidae ular karung (Acrochordus javanicus)
suku Xenopeltidae ular pelangi (Xenopeltis unicolor)
suku Colubridae
  • Ular kisik alias ular lare angon, Xenochrophis vittatus
  • ularsiput (Pareas carinatus)
  • ular-air pelangi (Enhydris enhydris)
  • ular kadut belang (Homalopsis buccata)
  • ular cecak (Lycodon capucinus)
  • ular gadung (Ahaetulla prasina)
  • ular cincin mas (Boiga dendrophila)
  • ular terbang (Chrysopelea paradisi)
  • ular tambang (Dendrelaphis pictus)
  • ular birang (Oligodon octolineatus)
  • ular tikus atau ular jali (Ptyas korros)
  • ular babi (Elaphe flavolineata)
  • ular serasah (Sibynophis geminatus)
  • ular sapi (Zaocys carinatus)
  • ular picung (Rhabdophis subminiata)
  • ular kisik (Xenochrophis vittatus)
suku Elapidae
  • ular cabai (Maticora intestinalis)
  • ular weling (Bungarus candidus)
  • ular sendok (Naja spp.)
  • ular king-cobra (Ophiophagus hannah)
suku Viperidae
  • ular bandotan puspo (Vipera russelli)
  • ular tanah (Calloselasma rhodostoma)
  • ular bangkai laut (Trimeresurus albolabris)
Kalau mau tahu jenis- jenis ular yang ada didunia bisa di lihat di wikipedia
Sumber: Wikipedia, gambar national geographic

Beberapa jenis ular beracun di Indonesia

Minggu, 20 Desember 2009

Siamese Russell’s Viper Daboia russelii siamensis (Vipera russelii)
- panjang max : sampai 150cm
- terestrial
- nocturnal
- ovoviviparous
- berbisa dan mematikan
- penyebaran : jawa

Malayan Pit-viper Calloselasma rhodostoma
- panjang max : sampai 100cm
- terestrial
- nocturnal
- berbisa dan mematikan
- penyebaran : sumatera,jawa

White-lipped Pit-viper Trimeresurus albolabris albolabris
- panjang max : sampai 100cm
- arboreal
- nocturnal
- berbisa berbahaya
- penyebaran : sumatera,jawa,bali

Pope’s Pit-viper Trimeresurus popeiorum
- panjang max : sampai 82cm
- arboreal
- nocturnal
- berbisa dan berbahaya
- penyebaran : sumatera

Mangrove, or Shore, Pit-viper Trimeresurus purpureomaculatus
- panjang max : sampai 105cm
- arboreal
- nocturnal
- berbisa dan berbahaya
- penyebaran : sumatera,kalimantan

Wagler’s Pit-viper or Temple Viper Tropidolaemus wagleri
- panjang max : sampai 100cm
- arboreal
- nocturnal
- berbisa dan berbahaya
- penyebaran : sumatera,kalimantan,sulawesi

Trimeresurus Fasciatus
- panjang max : sampai 100cm
- arboreal
- nocturnal
- berbisa dan berbahaya
- penyebaran : pulau djampea,sulawesi selatan

Bornean Pit-viper Trimeresurus puniceus
- panjang max : sampai 64cm
- arboreal
- nocturnal
- berbisa dan berbahaya
- penyebaran : sumatera,kalimantan,jawa

Mountain Pit-viper Ovophis monticola convictus
- panjang max : sampai 100cm
- terrestrial
- nocturnal
- berbisa dan berbahaya
- penyebaran : sumatera

King Cobra Ophiophagus hannah
- panjang max : sampai 585cm
- terrestrial
- diurnal
- berbisa dan sangat mematikan
- penyebaran : sumatera,jawa,kalimantan,bali

Cobra Naja sputatrix
- panjang max : sampai 160cm
- terestrial
- diurnal
- berbisa dan mematikan
- penyebaran : sebagian besar dari wilayah Indonesia

Malayan, or Blue, Krait Bungarus candidus
- panjang max : sampai 144cm
- terrestrial
- nocturnal
- berbisa dan mematikan
- penyebaran : sebagian dari wilayah Indonesia

Banded Krait Bungarus fasciatus
- panjang max : sampai 200cm
- terestrial
- nocturnal
- berbisa dan mematikan
- penyebaran : sebagian dari wilayah Indonesia

Red-headed Krait Bungarus Flaviceps
- panjang max : sampai 190cm
- terestrial
- nocturnal
- berbisa dan mematikan
- penyebaran : sumatera,kalimantan

Blue Long-glanded, or Blue Malaysian, Coral Snake Maticora bivirgata flaviceps
- panjang max : sampai 140cm
- terrestrial
- nocturnal
- berbisa dan mematikan
- penyebaran : sebagian dari wilayah Indonesia

Small-spotted Coral Snake Calliophis maculiceps
- panjang max : sampai 47cm
- terrestrial
- nocturnal
- berbisa dan berbahaya
- penyebaran : sumatera

Yellow-lipped Sea Krait Laticauda colubrina
- panjang max : 150cm
- berbisa dan berbahaya
- penyebaran : perairan Indo-australia dan Pasifik barat

Beaked Sea Snake Enhydrina schistosa
- panjang max : sampai 158cm
- berbisa dan berbahaya
- penyebaran : perairan Indo-Pasifik

Red-necked Keelback Rhabdophis subminiatus
- panjang max : sampai 130cm
- terrestrial
- diurnal
- berbisa dan berbahaya
- penyebaran : sebagian dari wilayah Indonesia

Death adder Acanthophis antarcticus
- pamjang max :…
- terrestrial
- nocturnal
- berbisa dan sangat mematikan
- penyebaran : papua

























Read More
      edit